SAY NO TO MINING IN NORTH MOLUCAS

SAY NO TO MINING IN NORTH MOLUCAS
WALHI MALUT Aksi Teatrikal Hari Anti Tambang

Rabu, 29 Juni 2011

SBY Berkontribusi bagi Memanasnya Konflik di Perusahaan Tambang





SBY Berkontribusi bagi Memanasnya Konflik di Perusahaan Tambang yang Didukung
Bank Dunia, Eramet-Perancis, dan Mitsubishi Jepang

Jakarta & Ternate (28 Februari 2011) Warga dari tiga desa di Kecamatan Weda, Kabupaten Halmahera Tengah, marah dan membakar dua speed boat milik perusahaan pertambangan PT Weda Bay Nickel, Sabtu (26/2/2011). Perlawanan warga terhadap perusahaan tambang ini diawali karena pemecatan terhadap 10 orang dengan alasan kesehatan. Saham Weda Bay Nickel dimiliki 90 persen oleh Eramet Prancis dan Mitsubishi Jepang, sedangkan 10 persen oleh Antam.

WALHI menilai proyek tambang Weda Bay Nikel ini telah melakukan perbuatan melawan hukum dari awal. Perusahaan tambang ini berada di dalam kawasan hutan lindung. Berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi atas perkara Uji Materiil dan Formil atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Weda Bay Nickel dilarang untuk melakukan penambangan terbuka di dalam kawasan hutang lindung. Mahkamah Konstitusi menyatakan sependapat keterangan Prof. Dr. Emil Salim, ahli yang diajukan organisi non pemerintah, yang menyatakan bahwa 6 (enam) perusahaan yang masih dalam tahap studi kelayakan dan tahap eksplorasi, ketika nantinya memasuki tahap eksploitasi harus tunduk pada  ketentuan Pasal 38 ayat (4)  UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sepanjang  antara izin eksplorasi dan eksploitasi tidak merupakan satu kesatuan. Pada saat UU Kehutanan dikeluarkan tahun 1999, PT Weda Bay Nickel masih berada dalam tahap eksplorasi, sehingga seharusnya tidak diperbolehkan menambang di dalam kawasan hutan lindung.

Pengesahan Perpu no 1 tahun 2004 yang melegitimasi 7  perusahaan menambang di dalam kawasan hutan lindung juga diwarnai suap. Hal tersebut dinyatakan oleh anggota Pansus (Panitia Khusus) penetapan Perpu I/2004, Bambang Setyo. Dia sendiri sempat ditawarkan suap untuk pengesahan Perpu tersebut agar memuluskan rencana investasi perusahaan tambang di dalam kawasan hutan lindung. Bambang Setyo telah melaporkan tindakan penyuapan ini ke KPK pada Juli 2008, dan meminta KPK beserta PPATK memeriksa rekening anggota dan pimpinan Pansus pada saat waktu sekitar pengesahan Perpu tersebut. Hingga ini, publik masih menanti kinerja KPK dan PPATK mengungkapkan hasil penyelidikan atas kasus ini.

Berdasarkan analisa WALHI, AMDAL Weda Bay Nickel pun mengandung cacat. Pemerintah Provinsi Maluku Utara mengesahkan AMDAL tersebut, padahal belum melakukan studi menyeluruh tentang dampak terhadap masyarakat pribumi/adat, komunitas Tobelo Dalam, yang hidup dengan berburu dan meramu di kawasan hutan di dalam kawasan pertambangan. Berdasarkan sebuah penelitian yang dilakukan oleh WALHI, komunitas yang sangat tergantung kepada alam ini akan sumber bahan makanan, dan proses melahirkan bayi yang dilakukan di tepi-tepi sungai, sangat terancam kelangsungan hidupnya oleh perusahaan tambang Weda Bay Nickel. WALHI telah melaporkan hal tentang potensi pelanggaran HAM terhadap komunitas Tobelo Hutan ini ke Komnas HAM pada Desember 2010.

WALHI bersama masyarakat sekitar tambang telah melaporkan proyek tambang ini ke Compliance Advirsory Ombusdman (CAO) Bank Dunia. Sebab MIGA, grup Bank Dunia telah memberikan jaminan asuransi sebesar 207 juta dollar bagi proyek penambangan di kawasan hutan lindung, ruang hidup masyarakat pribumi, dan wilayah yang memiliki keragaman hayati yang terancam punah, seperti burung bidadari, kakatua putih. WALHI mendesak agar CAO Bank Dunia segera mengeluarkan hasil penilaian mereka terhadap kinerja proyek pertambangan ini.

Masyarakat internasional memberi perhatian serius terhadap proyek tambang nikel ini.  Ribuan rakyat Perancis telah memilih Eramet sebagai perusahaan Perancis terburuk dalam perilaku terhadap lingkungan hidup pada tahun 2010, karena aktivitas penambangannya di dalam kawasan hutan lindung. Pemerintah SBY pun akan dinilai publik internasional sebagai pembohong besar, karena telah berjanji mengurangi emisi karbon 26 % pada Konvensi Perubahan Iklim. Bukannya memperhebat konservasi untuk mengurangi emisi, Pemerintah SBY terus menggenjot investasi tambang di kawasan-kawasan hutan termasuk kawasan hutan lindung. Tak aneh, karena keluarga SBY pun, lewat perusahaan PT Yastra Indonesia turut menggerus tanah untuk proyek pertambangan nikel di Fritu, Weda, Halmahera, tidak jauh dari kawasan yang diklaim Weda Bay Nickel .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar