SAY NO TO MINING IN NORTH MOLUCAS

SAY NO TO MINING IN NORTH MOLUCAS
WALHI MALUT Aksi Teatrikal Hari Anti Tambang

Selasa, 28 Juni 2011

PIPA BOCOR NHM DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN


RADAR HALMAHERA
SELASA, 28 JUNI 20011


Oleh: Anwar Haji Mustafa
Staf UPTD Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Halmahera Timur

SEJUMLAH – masayarakat lingkar tambang berencana melakukan aksi domonstrasi sebagai bentuk perlawanan  warga sekitar lokasi tambang NHM (Nusa Halmahera Minerals) atas ulah PT. NHM berupa kebocoran pipa pembuangan limbah (tailing) yang dianggap membahayakan masayarakat sekitar tambang. Bukti- bukti  tentang kebocoran pipa tailing milik NHM tersebut diserahkan kelompok peduli rama lingkungan(PRL) ke salah anggota DPRD Halut dapil 1 beberapa hari lalu didesak secepatnya  ditindaklanjuti. Franklin Namotemo, salah satu pengurus PRL mengaku, teryata hingga tanggal 21 juni, pemkab dan DPRD Halut belum perna turun lokasi untuk melihatnya, dan baru direncanakan oleh DPRD Halut untuk turun pada hari jumat tanggal 24 juni 2011 (radar, 21 juni 2011). 

Menjadi suatu pertanyaan kepada kita, kenapa perusahan sekelas NHM lambat merespon persoalan bocornya pipa terserbut, yang nyata-nyata mengancam kehidupan masayarakat sekitar kali kobok karena penyakit kulit yang mereka alami akibat limbah tersebut?

Seperti diberitakan (Radar, 21 Juni 2011) bahwa lima warga balisosang yang terkena penyakit gatal dan bisul diduga akibat dampak limbah di sungai kobok, menjadi saksi nyata bahwa memang benar-benar telah terjadi pencemaran akibat pipa tailing tersebut. Yang menjadi pertayaan lagi kenapa instansi terkait seperti Dinas Pertambangan dan BLH sebagai perwakilan Negara telambat melakukan penilitian dilapangan dan menghimbau warga setempat tentang terjadinya pencemaran tersebut? Apakah harus menunggu korban masyarakat lagi baru dilakukan rapat kordinasi untuk mendesak NHM agar menyelesaikan persoalan tersebut? Sepatutnya perusahaan sekelas NHM yang notabene perusahan asing yang dalam prosedur kerjanya sangat menghargai keselamatan kerja, juga harus menghargai keselamatan warga sekitar. Jangan hanya Safety dilingkungan kerja tapi tidak safety bagi masyarakat disekitar lokasi pertambangan. 

Dalam konteks aktifitas industri pertambangan, masalah lingkungan bukan baru kali ini saja menjadi sorotan media tentang dampak suatu ekstraksi minerals dari perut bumi indonesia. Dari berbagai kasus pencemaran lingkungan akibat industri pertambangan, maka dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan pesat industri pertambangan di tana air, berlangsung paralel dengan masalah- masalah lingkungan hidup yang kompleks. Penambangan dan pengoperasian industri pemrosesan telah mengakibatkan ganguan serius terhadap ratusan atau ribuan hektar tanah pada setiap areal penambangan, menebarkan limbah tailing  yang penuh resiko, pencemaran sungai yang serius dan sebagainya. Semua itu adalah konsekuensi pencemaran lingkungan yang harus diterima masyarakat akibat adanya industri pertambangan.

Mari saya uraikan kenapa bocornya pipa tailing NHM sangat membahayakan, walaupun bukan kapasitas saya atau tidak sama sekali berkaitan dengan besic keilmuan saya. Pembuangan tailing-limbah meyerupai lumpur kental, pekat dan mengandung logam-logam berat yang sangat membahayakan sungai maupun laut yang tercemar. Tentu kita masih ingat PT. Newmont Minahasa Raya (NMR), anak perusahan dari Newmont Indonesia Ltd di teluk Buyat Sulawesi Utara telah merusak ekosistem terumbu karang di teluk Buyat, Manado, Sulawesi Utara dan menimbulkan penyakit bagi warga sekitar (Arianto Sangaji, 2002). Praktek yang sama juga yang dilakukan oleh PT. Newmont Nusa Tenggara yang membuang  tailing (limbah) ke Teluk Senunu, dengan volume 120.000 ton perhari atau 60 kali lebih besar dari yang dilakukan Newmont Minahasa raya (Arianto Sangadji, 2002). Kemudian kita juga bisa melihat bagaimana PT Freeport, salah satu sungai di pinggir Kota Timika juga tercemar karena pohon-pohon berwarna putih dan sama sekali tidak ada daunnya. Bahkan kurang lebih 100 tahun yang lalu dampak perusahan pertambangan raksasa Ashi Dozan (Pertambangan Tembaga Ashio) sudah dirasakan masayarakat Jepang, karena limbah air beracun akibat adanya pertambangan raksasa di daerah Ashio, kabupaten Tochigi bagian utara Tokya Jepang. (Yoshiniro, dalam Sangdji, 2002). Terakhir, perusahan yang jelas-jelas berada di sekitar kita di jasirah utara Halmahera, PT NHM saluran pembuangan limbahnya mengalami kebocoran sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan berupa matinya tanaman pertanian dan biota di sungai dan mengakibatkan ganguan penyakit kulit warga di sekitar sungai yang tercemar. Belumkah cukup bukti bagi kita untuk mengatakan bahwa ekstraksi minerals industri pertambangan mengakibatkan kerusakan lingkungan?

Kecuali masalah pencemaran lingkungan, belakangan muncul ancaman lingkungan lain yang penuh resiko, yakni penembangan di kawasan lindung. Data Depertemen Sumber Daya Minerals (ESDM) menunjukan areal seluas 11,4 juta hektar hutan lindung dan konservasi telah di terbitkan izinnya kepada 150 perusahan pertambangan (Maemunah, dkk, 2001:43) UU No 41 tahun 1999 tentang kehutanan secara tegas tidak meberikan peluang untuk penambangan secara terbuka di kawasan hutan lindung. Pada pasal 33 ayat 3 UU ini menyatakan pada kawasan hutan lindung. Pada pasal 33 ayat 3 UU ini menyatakan “pada kawasan hutan lindung  hanya dibolehkan dengan menggunakan penambangan di bawa tanah”. UU ini pun akhirnya diamandemen karena kuatnya lobi dari Indonesia Mining Association (IMA), sebuah asosiasi beranggotakan perusahaan-perusahaan tambang yang beroprasi di Indonesia (lihat sangadji 2002;89). Hasil dari amandemen UU ini adalah dikeluarkanya PP No 34/2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, pemanfaatan hutan, dan penggunaan kawasan hutan, yang secara tegas menyetujui penambangan hutan lindung (pasal 72 ayat 4 huruf c).

Penutup

Melalui aktifitas pertambangan sekelas NHM, dan keuntungan besar yang mereka peroleh, maka semestinya pemerintah harus lebih serius melihat kompleksitas persoalan pertambangan dan berbagai dampaknya terhadap penduduk di sekitar lokasi pertambangan. Diperlukan solidaritas negara dan rakyat untuk mengawasi aktifitas industri pertambangan. Bahkan, kalau perlu harus ada solidaritas global yang melintasi batas negara demi untuk perlindungan lingkungan.

Yang terkhir, saya menghimbau bagi para ekonom pembangunan di negeri ini untuk turut juga memikirkan industri pertambangan dalam prespektif ekonomi politik, agar pendidikan para calon ekonom ikut dibuat lebih manusiawi, dengan merujuk pada pengalaman nyata dari mereka yang berada di ujung sodokan buldoser- buldoser industri pertambangan di daerah- daerah yang nun jauh terpencil dari kampus-kampus perguruan tinggi di kota-kota besar di pulau jawa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar