SAY NO TO MINING IN NORTH MOLUCAS

SAY NO TO MINING IN NORTH MOLUCAS
WALHI MALUT Aksi Teatrikal Hari Anti Tambang

Selasa, 26 Juli 2011

SAGU vs SAWIT


Yahya Mahmud
Muhammad Tegar Nahdiyin 
Muhammad Jamilurrahman 
 Zahratul Al-Mutmainnah. 
(Pegiat Lingkungan Hidup dan Hak Azasi Manusia) 


Kalau ada air putih kenapa
harus memilih
Coca Cola
yang memerlukan anggaran
begitu besar karena
Air Putih mungkin saja gratis.
( Abaya )
.

Sagu dan Sawit dalam bahasa kedua kata ini di awali dengan huruf “S” akan tetapi di akhir kata terjadi perbedaan yang sangat jauh. Kata sagu diakhiri dengan huruf "U" dan kata sawit diakhiri dengan huruf "T". Huruf "U" dan "T" bukan berarti tidak memiliki arti sama sekali akan tetapi pada kesempatan ini kedua huruf ini penulis mengartikan sebagi berikut, "U" penulis mengartikan sebagi "Untung" dan "T" Penulis mengartikan sebagai "Tekor" atau Rugi. 

Pohon Sagu adalah tanaman tahunan dan memiliki ciri khas tersendiri, tanaman ini oleh masyarakat Maluku Utara bisa diolah untuk dijadikan beberapa jenis bahan dan makanan yang memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi, hasil dari olahan pohon sagu ini bisa dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menaggulangi biaya kesehatan keluarga, biaya pendidikan anak-anak dan juga bisa dijadikan bekal untuk bertahan hidup keluarga dan bahkan kepentingan-kepentingan dan kebutuhan lainya. Nilai ekonomis yang penulis maksudkan adalah pertama, Daun Pohon sagu bisa di olah ( anyam ) untuk dijadikan katu sebagai bahan baku atap rumah yang ramah dengan lingkungan ketimbang menggunakan bahan yang lain.kedua pelepah Pohon Sagu bisa diolah untuk dijadikan dinding rumah,dagingnya oleh masyarakat diolah untuk dijadikan tepung sagu dan kalau pun daging sagu ini tidak diolah akan berkembang biak Ulat sagu dan memiliki nilai protein yang sangat tinggi serta di areal pengolahan sagu ini juga akan tumbuh jamur-jamur sagu yang oleh masyarakat dijadikan sebagai makanan penggati ikan dan perlu diketahun pula bahwa jamur sagu ini juga memiliki nilai gizi yang sangat tinggi.satu hal yang sangat menarik dari tumbuhan Pohon sagu adalah dapat menyimpan air dengan debit yang sangat banyak jadi tumbuhan ini bukan rakus akan air akan tetapi, dapat mengahasilkan air. dan ketika kita berbicara tentang manfaat dan keberuntukanya ,maka Pohon sagulah justeru Komoditi yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan masyarakat dan alam bukan kelapa sawit atau yang lain. 

Dalam undang-undang No 36 tahun 1999 dan juga DUHAM ayat ( 1 ) sangat jelas membicarakan tentang 10 ( sepuluh ) hak masyarakat yang harus di penuhi oleh negara dan hak ini tidak bisa di abaikan begitu saja atau ditawar-tawar oleh negara ,karena ketika Negara melanggar atau mengabaikan hak ini maka Negara secara langsung telah melakukan pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia.dalam UU No 36 tahun 1999 pasal ( 1 ) ayat (3 ) mengatakan dengan jelas betapa pentingnya Air bagi masyarakat. 

Kelapa Sawit dalam pemahaman penulis adalah pertama rakus akan lahan, rakus akan Air, buruh murah, Tumbuhan Tunggal tidak seperti kelapa dalam yang sering di kembangkan oleh masyarakat, karena Kelapa dalam masih bisa ditanami komoditas yang lain dan belum tentu Kelapa sawit menjadi kebutuhan masyarakat maluku utara atau masyarakat di sekitar perkebunan kelapa sawit itu sendiri.akan tetapi hasil dari produksi kelapa sawiti di eksport ke luar negeri, ekspor kelapa sawit ini pun hanya sampai pada bahan setengah jadi bukan bahan jadi, hal yang lain adalah walaupun secara factual Indonesia adalah Negara yang memiliki ekspor kelapa sawit terbesar di dunia akan tetapi Indonesia tidak meiliki kekuatan yang kuat untuk menentukan harga kelapa sawit itu sendiri, justru yang berpengaruh besar untuk menetukan harga Komoditi kelapa sawit adalah negeri jiran Malaysia ( bagaikan Dakocan bukan Sarinah ), Indonesia hanya memiliki pasokan sawit akan tetapi Indonesia dipermainkan dalam menentukan harga pasokan atau komoditi sawit oleh Negara Tujuan.Jadi yang memiliki peranan penting dalam penentuan harga Indonesai bagaikan Dakocan yang tidak bisa berbuat banyak, Indonesia hanya memiliki Jasad ( pemasok bahan mentah Sawit ) yang tidak disertai dengan energy Kehidupan ( menentukan harga ). 

Sepanjang pengetahuan penulis, Konflik di perkebunan sawit bukan menjadi rahasia lagi, di Sulawesi (celebes), Kalimantan ( Borneo ) Sumatera dan kalaupun Pemerintah Maluku Utara terutama para Bupati dan Walikota mau mengucapkan selamat datang pada infestasi kelapa sawit maka dapat dipastikan akan memperpanjang daftar konflik Perkebunan kelapa sawit di Indonesia antara masyarakat dengan Perusahaan itu sendiri.jadi belum ada contoh kongkrit di Indonesia ini dan di belahan dunia manapun tidak terkecuali di Malaysia sekalipun bahwa perkebunan kelapa sawit itu mensejahterakan petani atau Masyarakat justeru sebaliknya, masyarakat selalu di korbankan, karena ketika pembukaan lahan secara massif ini di berlakukan, lahan perkebunan atau sendi-sendi pengidupan yang sangat fatal bagi masyarakat akan berkurang karena sesungguhnya masyarakat Indonesia terutama Petani dan nelayan hanya butuh dua hal penting dalam pempertahankan dan pemenuhan kehidupan dan kebutuhan hidupnya yakni tanah dan air. sedangkan kompenen yang lain hanyalah sebagai komponen ikutan saja. 

Dari paparan ini, penulis menyarankan kepada pemerintah Indonesia wabil khusus Pemerintah Maluku Utara untuk segera menghentikan Infestasi perkebunan skala besar serta pengeolaan Sumber Daya Alam yang tidak bisa di perbaharui ( Minerals ), terutama perkebunan kelapa sawit dan beralih pada pengembangan atau budi daya komoditi Lokal yang berkelanjutan terutama Pohon Sagu dan juga, Pala, Cengkih, Kenari. Penulis meyakini bahwa ketika Komoditi Lokal ini di kembangkan secara maksimal, maka Indonesia atau Maluku Utara akan diuntungkan dari beberapa sector baik secara ekonomis dan secara ekologi. Jika masih diragukan tentang Tepung Pohon Sagu. Ulat Sagu dan Jamur Sagu memiliki nilai protein yang kurang tinggi di bandingkan dengan Beras dan makanan-makanna bermerek laninya maka penulis menyarankan kepada perguruan tinggi yang ada di Maluku Utara untuk melakukan penelitian Khusus tentang Nutrisi dan kandungan lainya yang dikandung oleh komoditi ini.sudah saatnya penulis menyerukan kepada masyarakat Maluku Utara untuk gemar makan atau mengkonsumsi sagu bukan hanya gemar makan ikan seperti yang di kompanyekan oleh pemerintah melalui Dinas Kelautan dan Perikanan.penulis menyatakan dengan tegas bahwa “penulis adalah generasi sagu". dan penulis meyakini bahwa masih banyak masyarakat Maluku Utara merindukan tepung sagu yang kemudian diolah menjadi makanan tradisional “Popeda “. Ini dapat di buktikan dengan kebiasaan Ibu Menyusui di daerah Pulau Halmahera san sekitarnya, ketika para Ibu menyusui mereka harus mengkonsumsi Popeda ,karena di yakini bahwa dari popeda ini akan menghasilkan banyak Asi untuk bayi mereka, ini di yakini sampi sekarang dam juga ada beberapa pejabat di Provinsi Maluku utara ini harus memesan khusus tepung sagu dari kampong halamanya karena ketika tidak megkonsumsi Popeda terlalu lama maka mereka tidak memiliki Gairah untuk kerja ini fakta hal lain ketika kita mengunjungi beberapa tempat rumah makan yang menu khususnya adalah Popeda sebut daja di daerah pasar Bastiong ternate utara, Pasar Dufa-Dufa ternate selatan dan daerah terminal lama ternate tengah pada saat-saat tertentu anda akan tidak kebagian Popeda ini menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat Maluku Utara doyan makan popeda dan bagi penulis sendiri sagu Popeda dan Pohon Sagu adalah jati diri masyarakat Maluku Utara dan ketika Komoditas ini hilang dari pasaran maka searah dengan itu juga maka kehilangan jati diri masyarakat Maluku Utara itu sendiri. Semoga kita tidak kehilangan jati diri kita. 


Ide dan gagasan tidak lahir dengan sendirinya
Akan tetapi, lahir karena menghabiskan
bercangkir-cangkir kopi
dan berbatang-batang rokok


by. Abaya

IPMG Gelar Kegiatan Pelestarian Lingkungan

Malut Post, 26 juli 2011 

Ternate-Ikatan Pelajar Mahasiswa Guruapin (IPMG) Kecamatan Kayoa menggelar kegiatan penanaman pohon lindung (penghijauan). Sekitar 200 pohon ditanam dibeberapa ruas jalan utama Desa Guruapin. "Kegiatan ini bertujuan membangun kesadaran masyarakat untuk mencintai lingkungannya. Pulau Kayoa hampir sebagian besarnya dikelilingi kawasan hutan mangrove yang cukup potensial. Rusak atau tidaknya tergantung dari perlakuan kita terhadap alam" kata Bahsar Harisun, ketua umum IPMG kepada Malut Post kemarin (25/7). 

Kegiatan penanaman pohon ini diawali dengan seminar lingkungan hidup dan dialog budaya sehari, yang menghadirkan akademisi Azis Hasyim dan Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Maluku Utara (Walhi Malut) Ismet Soelaiman. "Pulau Kayoa cukup potensial karena memiliki hutan mangrove yang cukup baik, dan memungkinkan sumberdaya di bidang perikanan dan kelautan yang berpotensi secara ekonomi jika dikelola oleh masyarakat dengan baik", kata Ismet. 

Azis sendiri meminta masyarakat setempat dapat melakukan pemetaan kawasan hutan mangrove dan kawasan pesisir yang berpotensi untuk dikonservasi dan dimanfaatkan. "Ini dapat diambil berbagai kebijakan oleh pemerintah didalamnya, termasuk upaya untuk menanggulangi kerusakan hutan dan abrasi pantai," ucapnya. (Wm-13/fai).

Senin, 18 Juli 2011

Emisi Gas Rumah Kaca PT. Freeport di Papua Melebihi Emisi Kota Kantor Pusatnya

Jakarta (14 Juli 2011) Freeport menindas buruh, masyarakat adat, dan lingkungan. Freeport mnengeruk keuntungan di belahan bumi lain yang masih hutan perawan.

Lingkungannya dirusak, sungai Otomona dan Danau Wanagon dijadikan tempat pengaliran limbah tailing sebanyak 291.000 ton kering per hari. Atau sebanyak 44 kali sampah harian kota Jakarta. Lalu aliran sungai Ajwa dialihkan. Daerah aliran semula dijadikan tempat pembuangan limbah seluas 230 km persegi, atau seluas 27 kali wilayah luapan lumpur Lapindo.

Para pemilik saham yang tinggal di negeri-negeri maju menikmati deviden setiap tahun. Sementara Indonesia dibebani kerusakan lingkungan dan emisi gas rumah kaca. Tambang Freeport di Papua tahun 2010 mengeluarka gas-gas rumah kaca setara dengan 6,4 juta juta ton CO2. Berasal dari alat berat tambang, pembakaran bahan bakar untuk proses roasting, smelter dan proses lainnya. Jumlah ini melebihi emisi gas negeri Kamboja (4 juta ton tahun 2005) atau Nepal (3 juta ton). Jumlah inipun melebihi emisi gars rumah kaca kota kantor pusatnya, yakni Phoenix, ibu kota negara bagian Arizona, Amerika Serikat. James R Moffet, sebagai Chairman of the Board menikmati keuntungan tambang dari tambang emas terbesar di dunia, tinggal di kota Phoenix dengan emisi gas rumah kaca 617.000 pada tahun 2008. Atau hanya 9 persen dari emisi yang dikeluarkan tambangnya di Papua.

Pemerintah Indonesia dipaksa mengurangi emisi gas rumah kaca sebanyak 21 persen pada tahun 2020. Adalah tidak adil, Indonesia dipaksa mengurangi emisi gas rumah kaca tanpa pengurangan emisi karbon dari operasi tambang Freeport Indonesia.

Agar dapat mengurangi emisnya, PT, Freeport harus mengurangi konsumsi batu bara, operasi alat berat dan fasilitas tambang lainnya. Freeport harus mengurangi jumlah operasi secara drastis. Adalah tidak adil bagi daerah-daerah rentan terkena dampak perubahan iklim, seperti banjir, kekeringan, angin kencang di Indonesia, sementara Freeport tetap mengeluarkan gas rumah kaca dalam jumlah besar.

Disamping gas rumah kaca, tailing, Freeport mencemari lingkungan sekitar dengan bahan-bahan kimia yang berbahaya. Perusahaan beberapa kali melaporkan terjadi tumpahan oli, pelumas, bahan kimian lainnya setiap bulan. Berikut ini adalah sebagian diantaranya, yang dilaporkan perusahaan. Yang tidak dilaporkan, publik tidak pernah tahu.

Tumpahan pada triwulan III tahun 2010
• 1.541 liter solar tumpah karena human eror.
• 14.000 solar tumpah karena kerusakan pipa.

Tumpahan pada triwulan ke II tahun 2010
• 2000 liter tumpkah bahan kimia reagen OTX 140 tumpah dari bak penampungan karena kerusakan alat

Tahun 2009
• 13.984 liter solar tumpkah karena kesalahan manusia
• 19.000 liter oli tumpah dari bak penampungan.
• 1000 kg bahan kimia (subtek emulsion ) tum pah karena kesalahan manusia
• 3000 liter bahan kimia (amonius nitrat emulsion) tumpah karena kesalahan manusia

Tahun 2008 triwulan ke empat
• 400 liter solar tumlah karena pipa tipis.
• 1.250 solar tumpah karena kerusakan alat
• 2.000 liter oli tumpah karena tank bocor
• 100 liter oli tumpah karena kontainer ditabrak.

Tahun 2008 triwulan ke dua
• 10.075 solar tumpah karena pipa menipis, pipa tertabrak, pipa digergaji
• 1.100 liter oli tumpah .

Tahun 2007 triwulan 4
• 66.450 oli tumpah karena pipa menipis
• 35.668 solar tumpah karena dirusak
• 4000 liter solar tumpah karena pipa menipis
• 53 liter solar sumpah karenakrusakan mesil, so liter tumpah karena Shovel mengenai batu
• 50 liter oli tumpah karena sampungan pipa lepas

Trwilulan pertama tahun 2007
• 4.250 liter solar, pelumas tumpah.

Pada tahun 2009 Freeport melaporkan wilayah tambang dia miliki masih menyimpan 15 milyar ton tembaga, 10 juta kilogram emas. Lingkungan, masyarakat adat, dan pekerja akan terus dihisap oleh PT.Freeport
Indonesia bila hanya melihat cadangan ini sebagai keuntungan semata bagi segelintir orang. Freeport harus mengurangi produksi secara drastis untuk mengurangi dampak kerusakan lingkungan.

WON Serukan Audit Semua Izin Tambang

Kendari pos,18 juli 2011

Kendari, Penetapan tersangka kasus illegal mining atau kasus tambang terhadap Bupati Kolaka, Buhari Matta terus memantik rasa simpatik dan prihatin dari berbagi pihak. Setelah Wakil Ketua DPD RI, La Ode Ida menyampaikan keherananya terhadap persoalan ini, salah satu anggota DPR RI asal Sultra, Wa Ode Nurhayati (WON) juga menganggap ada kejanggalan terhadap persoalan tersebut.

WON menilai bahwa proses penegakan hukum dalam kasus pertambangan ada ketimpangan. Ia pun menyerukan, agar pihak kepolisian dan kejaksaan untuk melakukan audit investigasi baik dari sisi lingkungan, maupun prosedur administrasi dan kebijakan untuk mengusut dan mengaudit Pemprov dan semua Pemkab yang telah mengeluarkan izin usaha pertambangan di Sultra. “Audit semua izin pertambangan dalam 10 bahkan 20 tahun belakangan ini agar nuansa politis dibalik penetapan tersangka salah seorang bupati di Sultra
karena ijin penambangan tidak menuai kontroversi yang terindikasi dibawah ke ranah politik,” katanya, lewat Black Berry Masengger yang dikirimkannya kepada Kendari Pos, kemarin. Anggota Komisi V DPR RI ini berharap agar tidak ada tebang pilih dalam proses penegakan hukum, khususnya soal ijin-ijin tambang.

WON menduga, kasus yang dialami Buhari Matta juga terjadi di daerah lain di Sultra, hanya belum tersentuh hukum. Ia bercerita, saat di DPR, ia pernah ditemui sebuah forum yang mengatasnamakan masyarakat Sultra yang memberinya informasi tentang banyaknya kasus izin pertambangan di Sultra yang ditengarai menyalahi prosedur perundangan.

“Saya masih percaya terhadap kinerja polisi dan kejaksaan di Sultra, jangan sampai kasus salah satu bupati, menjadi dramatis karena diseriusi Kejagung, sementara rentetan kasus lain belum termaksimalkan,” katanya. Ia berharap agar polisi dan jaksa di Sultra bisa memberi transaparansi soal ini kepada masyarakat. “Tapi saya tetap mendukung proses penegakan hukum tanpa tebang pilih,” tukasnya.

WARGA DEMO PT ZHMI

Aktivitas Perusahaan Diblokir

Malut Post, Senin, 18 juli 2011

Weda-Ratusan massa dari Desa Sagea dan Desa Kea di Kecamatan Weda Utara Kabupaten Halmahera Tengah (Halteng), Sabtu (16/7) akhir pekan lalu memblokade kegiatan pertambangan nikel milik PT. Zhong Hairare Metal Indonesia (ZHMI).

Warga terpaksa melakukan aksi terkait dengan sistem rekruitmen tenaga kerja lokal, soal AMDAL yang tidak disosialisasikan kepada masyarakat, sehingga warga lingkar tambang merasa kehadiran perusahaan tersebut mengancam kehidupan mereka. Aksi warga dimulai pukul 16.00 WIT, dipimpin Kades Kea, Taslim Ambar.

Menurut Masri Anwar, salah satu orator, perusahaan yang bergerak dalam pertambangan nikel ini, sudah melakukan eksploitasi bahkan telah melakukan satu kali pengapalan biji nikel. "Padahal sampai saat ini masyarakat tak tahu soal AMDAL, karena tak pernah disosialisasikan kepada masyarakat lingkar tambang," katanya.

Dia menjelaskan, sesuai kesepakatan perekrutan tenaga kerja, 60% tenaga kerja harus berasal dari Desa Sagea, tapi sampai saat ini hanya 17 karyawan yang berasal dari Sagea. Soal lain yang disentilnya adalah keberadaan karyawan perusahaan yang tak dilengkapi Alat Pelindung Diri (ALD) yang aman.

Pada kesempatan itu, pendemo bertemu dengan pimpinan PT. ZHMI, Mr Chy dan Djoko, salah satu manager. Mereka meminta Mr Chy agar melakukan pertemuan dengan masyarakat di Desa Sagea. Namun yang bersangkutan menolaknya. Merasa dilecehkan, warga memblokir jalan dan aktivitas pertambangan. " Seluruh mobil perusahaan kami blokir di stock file areal Talaga Lagae Lol," terang Masri.

Sementara itu, dari data yang dihimpun Malut Post, PT ZHMI beroperasi atas Izin Usaha Penambangan (IUP) yang dikeluarkan Pemkab Halteng dengan nomor: 540/KEP/257/2010 dan nomor: 540/KEP/205/2010 yang ditandatangani langsung oleh Bupati Halteng M. Al Yasin Ali.

Luas areal tambang mencapai 4000 hektar, namun sebagian lahan perusahaan merupakan lahan milik warga yang ditanami pohon pala dan cengkeh. "Karena itu kami minta PERUSAHAAN INI SECEPATNYA ANGKAT KAKI DARI SAGEA," tegasnya.

Secara umum, aksi berjalan aman dibawah pengawasan aparat kepolisian. (Day/onk).

Dewan Abaikan Warga Korban Limbah NHM

Lebih Pilih Ketemu NHM ketimbang Warga

Radar Halmahera, senin 18 juli 2011

Tobelo- Kunjungan 14 anggota DPRD Halut dari dua komisi ke Lokasi PT. Nusa Halmahera Minerals (NHM) untuk melihat dari dekat bocornya pipa tailing milik NHM yang sempat mencemari dua sungai di kecamatan lingkar tambang, yakni sungai Kobok dan Tabobo, ternyata dianggap tidak efektif.

Pasalnya, dalam kunjungan itu, Dewan tidak pernah menyempatkan diri untuk turun dan berkunjung berdialog dengan warga di lingkar tambang, terlebih warga Desa Balisosang yang lima warganya menderita penyakit luka-luka dan bisul akibat dari dampak buangan limbah itu.

Wakil rakyat Halut ini, dinilai pilih kasih dan diskriminasi. Sorotan itu datang dari kelompok Peduli Ramah Lingkungan (PRL). Mereka mengaku, kecewa dengan wakil rakyatnya yang telah menganak-tirikan warga lingkar tambang dan lebih peduli terhadap pihak perusahaan.

Itu karena menurut PRL, dalam kunjungan DPRD Halut ke NHM itu, mereka hanya melihat secara dekat lokasi terlepasnya pipa dan bertatap muka dengan pihak PT. NHM. Sementara setelah pertemuan itu, DPRD sepertinya acuh tahu saat melintas di kampung warga lingkar tambang, khususnya warga Balisosang yang terjangkiti penyakit gatal dan bisul.

"Dorang mau cuman datang lia NHM pe lokasi, bakudapa dengan perusahaan, sementara torang yang menderita tara lia," kata Kiu, pengurus PRL pada Radar Halmahera minggu kemarin.

Harusnya, sebelum turun ke NHM, Dewan menyempatkan diri untuk melihat dan menggali informasi dengan warga lingkar tambang, untuk dijadikan bahan sebelum bertemu dengan jajaran NHM.

Jangankan untuk singgah mampir, berbagai keluhan dan upaya yang disampaikan warga terkait kondisi lima warga mereka yang menderita luka luka tidak direspon, DPRD menurut mereka lebih memilih bertemu dengan NHM saja sementara aspirasi warga tak kunjung direalisasikan.

Meski begitu, mereka masih berharap agar DPRD Halut turun dan bertatap muka dengan warga untuk mendengar rintihan yang mereka rasakan selama ini. "Apakah tidak cukup bukti yang kami sampaikan, apakah harus tunggu sampai warga mati, masa mereka hanya bertemu NHM, sedangkan torang pe nasib bagaimana," kesalnya.

Sementara terkait dengan lima warga Balisosang yang mengalami penyakit kulit itu, dalam waktu dekat akan mendapat perawatan intensif dari dokter secara gratis.

Namun bantuan pengobatan gratis itu belum diketahui jelas dari mana asalnya, apakah dari dinas kesehatan (Dinkes) Pemkab Halut, bantuan PT. NHM atau perjuangan warga yang meminta dokter datang mengobati mereka. Pengobatan gratis itu sendiri diakui oleh Kiu dipastikan akan dilakukan dalam minggu ini. Dimana akan ada beberapa dokter yang turun ke desa mereka untuk melakukan pemeriksaan seluruh warga.

Namun dirinya juga belum tahu darimana awal mula rencana bantuan pengobatan gratis itu. "Kalau tara halangan hari selasa (besok, 19/7) akan ada pengobatan gratis, tapi saya juga bolong tau darimana bantuan itu, nanti kami hubungi pak datang supaya cari tahu," katanya pada Radar Halmahera sabtu kemarin via telpon.

Kabar itu, lanjutnya diberitahu oleh rekan-rekan mereka terhadap warga setempat dan meminta mereka bersiap untuk menunggu kedatangan dokter. Namun mereka berharap kabar itu betul direalisasikan karena keadaan warga saat ini cukup membutuhkan pelayanan medis untuk sembuhkan penyakit mereka yang sudah lama dijangkiti. (Dit)

Minggu, 17 Juli 2011

Malifut Sudah Tak Lagi Konsumsi Ikan dari Teluk Kao

GMIH: JIKA TERBUKTI TERCEMAR, WARGA HARUS DIREHABILITASI

Radar Halmahera, Sabtu 16 juli 2011

Tobelo - Jika kampanye himbauan untuk tidak mengkonsumsi ikan yang berasal dari Teluk Kao yang tengah dilakukan oleh Forum Pemerhati Warga Lingkar Tambang (FPMLT) kepada warga lingkar tambang, ternyata, bagi warga di kecamatan Malifut, larangan ini sudah dilakukan warga sejak jauh hari.

Seperti yang dilakukan warga di Desa Ngofagita, Kecamatan Malifut. Dimana, warga setempat sejak tahun 2009 kemarin, sudah tidak lagi mengkonsumsi ikan dari Teluk Kao.

Hal itu diakui Kades Ngofagita, Gazali Musa kepada Radar Halmahera, kemarin. Menurutnya, aksi ini dilakukan lantaran warga telah menyadari bila di Teluk Kao biotanya telah tercemar limbah PT. NHM.

"Sebenarnya torang di Desa Ngofagita, ada sebagian masyarakat yang sejak tahun 2009, sudah takut makan ikan disekitar wilayah sini," ungkap Gazali.

Dikatakan, hal itu dilakukan lantaran pada tahun tersebut, sudah dilakukannya sosialisasi tentang hal terkait oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) WALHI MALUT ke warga. Oleh sebab itu, sebagian warga pun merasa yakin dan takut akan kondisi biota di Teluk Kao.

"Sebagian masyarakat so takut makan ikan di kawasan lingkar tambang, sebab mereka merasa benar dengan arahan dari WALHI, sebab mereka juga sadari dengan kondisi yang ada, yang mana nantinya di kawasan ini akan terjadi seperti sekarang," akuinya.

Sementara itu dikatakan, dirinya serta masyarakat yang berada di Kawasan Lingkar tambang sangat menyadari bila di kawasan tersebut, nasibnya kedepan sangat terancam dengan adanya eksploitasi dan operasi perusahaan tersebut, sebab akan berdampak fatal pada kehidupan warga sekitar. "Memang kitapun sadari kalau masa depan kita yang berada di wilayah ini terancam," katanya.

Sementara terkait dengan kampanye yang saat ini dilakukan oleh FPMLT, kades mengatakan, Desa Ngofagita sendiri telah ditindak lanjuti. Edaran tersebut yang mana telah disampaikan ke masyarakat. "Surat edaran dari FPMLT, saya baru ambil kemarin (kamis 14/7), ketua BPD yang kase. Tapi torang sosialisasi," pungkasnya.

Sementara ketua Dewan Sinode Gereja Masehi Injili Halmahera (GMIH), Pdt Anton Piga STh, menuturkan, meski pihaknya hingga kini mengantongi data empiris hasil penelitian atas kondisi air di Teluk Kao, namun menurutnya jikalaupun sungai tersebut positif tercemar, maka warga lingkar tambang yang berada di sekitar harus direhabilitasi secara medik.

Pasalnya dampak pencemaran sendiri tidak dirasakan saat ini, tapi itu terjadi pada tahun tahun mendatang.

"Saya belum tahi karena belum mengantongi data, tapi kalau informasi itu benar maka masyarakat harus direhabilitasi sehingga tidak berdampak terlalu jauh," terang Anton kepada Radar Halmahera, Jumat (15/7).

Menurut Anton, dugaan pencemaran itu baru sekarang senter dibicarakan masyarakat lingkar tambang, sementara realise resmi dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Pemkab Halut hingga saat ini belum terdengar kalau wilayah lingkar tambang, khususnya Teluk Kao telah tercemar.

Dengan begitu, data yang dimiliki BLH Halut harus disandingkan dengan data ilmiah yang dipresentasikan pihak FPMLT, agar dapat disesuaikan dengan fakta lapangan.

"Kalaupun dari BLH Halut selalu mengklaim tidak ada pencemaran maka data ilmiah yang dikantongi masyarakat lingkar tambang harus disandingkan agar bisa disesuaikan dengan fakta di lapangan," tegas dia.

Ketika ditanya surat dukungan dari masyarakat lingkar tambang terkait dugaan pencemaran di Teluk Kao, Anton mengaku belum mengantonginya. Dan kalaupun sudah ada surat disertai data ilmiah, pihaknya akan menjelaskan secara panjang lebar menyangkut sikap GMIH.

"Hingga saat ini saya belum mengantongi surat itu, kalau sudah ada dan setelah dipelajari, saya akan bicarakan lagi," ucapnya. (Cal/tr8)

WALHI DEMO KEDUBES PERANCIS

Radar Halmahera - Jumat, 15 juli 2011

Jakarta - Kehadiran PT. Weda Bay Nickel dan sejumlah kebijakan yang dihasilkannya di Halmahera Tengah kemarin, menjadi sorotan aktivis Wahana Lingkungan Hidup di Jakarta. 

Para aktivis Walhi itu bersama aktifis yang tergabung dalam Koalisi Anti Utang, mendatangi Kedutaan Besar (Kedubes) Perancis di Jl. Thamrin, Jakarta dan menggelar aksi unjuk rasa di depan Kedubes tersebut. 

Aksi itu mengangkat tema "TIDAK ADA Liberte, Egalite, Fraternite untuk orang Tobelo Dalam dan Orang Sawai
di Maluku Utara. Pemerintah Perancis harus bertanggung jawab atas perbuatan Eramet di Halmahera. Liberte, Egalite, Fraternite (Kebebasan, Persamaan, Persaudaraan), adalah slogan yang dipakai Bangsa Perancis pada awal abad 17 mencetuskan revolusi Perancis melawan tirani kerajaan. 

Dalam pernyataan sikapnya, Walhi menyebutkan, semangat itulah yang mendorong kemerdekaan Bangsa Perancis, kemerdekaan untuk berdaulat atas sumber-sumber kehidupan, atas hak asasi rakyat Perancis. "Kebanggaan atas kedaulatan itu sayangnya tidak didapat oleh masyarakat Tobelo Dalam dan Masyarakat Sawai selaku masyarakat yang mendiami, mengelola dan menjaga dengan baik kawasan di Teluk Weda, Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara," sebut Walhi dalam pernyataan sikap yang dibacakan dalam aksi tersebut. 

Walhi menyatakan, Kerakusan akan sumberdaya alam, ketamakan yang dulu dibenci oleh bangsa Perancis, kini disuguhkan oleh Eramet, sebuah perusahaan asal Perancis yang dengan sewenang-wenang merampas hak-hak asasi masyarakat Tobelo dalam dan Masyarakat Sawai. Eramet memperlihatkan bentuk-pentuk imperialisme yang dulu ditentang oleh bangsa Perancis. 

Menurut Walhi, Teluk Weda, kawasan yang sangat indah di daerah Halmahera Tengah memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Di hutan wilayah tersebut terdapat jenis burung beo (Chattering lory) berstatus terancam dalam Union for Conservation of Nature (IUCN) Red List 2007. 

Disamping itu, terdapat empat jenis spesies burung berstatus rentan yakni kakaktua putih, Drummer Rail, Sombre Kingfisher dan Dusky Friarbird. Selain burung, terdapat 9 amfibi masuk ke dalam IUCN Red List. Diantaranya species Nyctimystes rueppelli (Cuora amboinensis) berstatus rentan, kadal Sailfin (Hydrosaurus amboinensis) dinyatakan dilindungi berdasarkan aturan Indonesia. Aktivitas di kawasan itu juga mengacam kepunahan burung Bidadari Halmahera(semioptera walacei) yang merupakan simbol dan logo Maluku Utara. "Sangat ironis kalau pembangunan di Maluku Utara tidak menghargai Simbol-simbol entitas Orang Maluku Utara sendiri," lanjut Walhi. 

Jenis tumbuhan langka dan terancam punah yang terdapat dalam wilayah kontrak karya Weda Bay Nickel diantaranya Kayu Besi (Intsia bijuga) dan Hopea gregaria. Setidaknya terdapat 17 jenis tumbuhan kayu dalam wilayah tambang Weda Bay Nikel diatur oleh peraturan Indonesia atau International Union for Conservation of Nature’s (IUCN) Red List karena statusnya terancam punah. Diwilayah tersebut juga orang Sawai dan orang Tobelo Dalam menggantungkan hidupnya. 

Keberadaan Weda Bay Nickel juga mengancam situs Budaya Goa Batu Lubang dan Talaga Lagae Lol, dimana Talaga Lagae Lol selain sebagai sumber mata pencaharian bagi warga Sagea juga disana diyakini oleh Masyarakat setempat, terdapat Makam Sultan Jailolo yang merupakan Sultan Tertua dari empat Sultan yang ada di Maluku Utara. 

Dalam rilisnya, Walhi menyebutkan bahwa WBN, dengan sewenang-wenang menggusur wilayah kelola masyarakat, dan sudah membuat duka bagi masyarakat Tobelo Dalam dan Masyarakat Sawai. "Intimidasi dan kriminalisasi dilakukan terhadap masyarakat di Teluk Weda sebagaimana yang pernah dilakukan Raja Louis XV dan Louis XVI pada masa kekelaman di Perancis. Bekerja sama Eramet dengan aparatus lokal maupun nasional yang sifat dan tingkahnya tidak jauh beda dengan Turgot (pengawas keuangan umum di jaman Louis XV-XVI) dan Jacques Necker (Direktur jendral keuangan kerajaan)", tukas Walhi. 

Walhi kemudian mendesak agar Pemerintah Perancis harus mendesak Eramet untuk Menghentikan aktifitasnya dan menarik diri dari Maluku Utara, bertanggung jawab terhadap penindasan yang dialami oleh Masyarakat Tobelo Dalam dan Masyarakat Sawai. "Bertanggung jawab terhadap kerusakan biodiversity, penghilangan dan pengerusakan ruang-ruang hidup masyarakat Tobelo Dalam dan masyarakat Sawai, juga harus bertanggung jawab terhadap terjadinya konflik horizontal yang disebabkan oleh praktek-praktek buruk Eramet di Teluk Weda. Kami juga menuntut pertanggung jawaban Pemerintah Indonesia yang dengan sewenang-wenang mengabaikan hak-hak masyarakat di Teluk Weda serta berkonspirasi dengan perusahaan tambang asing untuk merusak lingkungan, tatanan sosial dan budaya masyarakat di Maluku Utara, khususnya Teluk Weda, "kata Eksekutif Daerah Walhi Malut, Ismet Soelaiman. (*)

Kamis, 14 Juli 2011

Hari Ini Demo Akbar ke NHM

Radar Halmahera, kamis 14 juli 2011

Tobelo - Warga lingkar tambang PT. Nusa Halmahera Minerals (NHM) hari ini berencana melakukan aksi unjuk rasa besar-besaran memprotes dugaan pencemaran yang menimpa dua sungai di lingkar tambang dan pengelolaan dana CSR dari NHM. 

Aksi hari ini diagendakan berlangsung pada 3 titik, yakni DPRD Halut, Kantor Bupati Halut dan di depan pintu masuk PT. NHM. Dominggus Isak Bitjara, Koordinator Forum Pemerhati Masyarakat Lingkar Tambang (FPMLT) yang juga koordinator aksi mengatakan, aksi hari ini akan diikuti oleh ribuan warga lingkar tambang. 

Menurut dia, aksi hari ini adalah pra kondisi terhadap rencana aksi serentak di sejumlah wilayah di Indonesia, seperti Sulawesi Utara, Makasar, Surabaya dan Jakarta, dimana Mahasiswa asal Maluku Utara menyebar menuntut ilmu. 

"Untuk pra aksi sendiri, fokus massa berada di kantor DPRD Halut, Pemkab dan kantor NHM. Dan saya sudah koordinasi dengan para anggota DPRD agar bisa kooperatif menghadapi massa aksi", ujar Dominggus Rabu (13/7). 

Untuk menggelar aksi di Jakarta, pihaknya berencana berangkat (18/7) senin pekan depan. Dan di Jakarta aksi demo digelar di tiga titik yaitu di kantor DPRRI, KPK dan Kedubes Australia. Pada aksi itu juga, akan dilibatkan seluruh Mahasiswa Maluku Utara yang ada di Jakarta. 

Menurut dia, selain menggelar aksi, mereka juga akan membawa rekaman-rekaman visual untuk diserahkan ke media nasional, sekaligus gelar konfrensi pers yang intinya, meminta PT. NHM angkat kaki dari Halut. 

Sebab, semenjak melakukan eksploitasi tidak banyak hal positif yang dilakukan. Malah sebaliknya dampak negatif yang lebih banyak dirasakan masyarakat lingkar tambang. "Di Jakarta kita juga libatkan seluruh mahasiswa Malut. Selain itu, kita juga gelar jumpa pers untuk mengekspose kebobrokan NHM", ujar dia. (Cal)

Protes Eksplorasi di Halmahera, Walhi Demo di Kedubes Prancis

Ari Saputra – detikNews

Jakarta LSM Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menggelar unjuk rasa di Kedutaan Besar (Kedubes) Prancis, Jakarta. Mereka meminta perusahaan nikel asal Prancis menghentikan eksplorasi di Halmahera, Maluku Utara. Sebab, eksplorasi itu mengancam keindahan alam, ekosistem dan masyarakat adat.

“Kami menuntut pemerintah Perancis mendesak perusahaan tersebut menarik diri dari Maluku Utara. Kami juga meminta tanggungjawab atas kerusakan biodiversity disana,“ kata Direktur Eksekutif Daerah Walhi Maluku Utara dalam release yang diedarkan saat melakukan aksi damai di Kedubes Perancis, Jl MH Thamrin, Kamis (14/7/2011).

Menurut Walhi, dalam melakukan operasinya, perusahaan Prancis menggunakan nama lokal yakni PT WBN. Perusahaan ini yang melakukan lobi ke pemerintah daerah agar Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah (RTRW) menyesuaikan dengan kebutuhan perusahaan. Selain itu juga merayu masyarakat adat melepas tanah untuk kegiatan eksplorasi.

“Tindakan itu mendorong konflik horizontal. Ada juga kegiatan buruk terhadap masyarakat Tabelo Dalam dan Sawai. Belum beroperasi (menambang nikel) saja sudah bikin masalah,“ terang Walhi.

Aksi damai yang diikuti 10 aktivis Walhi tidak mengundang perhatian pelintas jalan. Polisi yang berjaga pun hanya memantau dari kejauhan untuk aksi sekitar 20 menit ini.

Kawasan Halmahera merupakan wilayah yang sangat indah. Di Teluk Weda, misalkan, menurut Walhi terdapat jenis burung beo (chateering lory) yang menurut dunia internasional sudah terancam punah. Juga 4 jenis burung yang turut terancam bila tambang nikel beroperasi yakni kakaktua putih, drummer rail, sombre kingfisher dan dusky friarbird.

Di calon lokasi pertambangan tersebut, juga terdapat burung Bidadari Halmahera. Burung ini merupakan simbol dan logo Maluku Utara.

“Sementara tumbuhan langka yang dilindungi seperti kayu besi dan hopea gregaria. Itu belum termasuk 17 jenis kayu yang dilindungi oleh Undang-undang,“ pungkas Ismet. (Ari/gun)

Link berita :




Tidak ada Liberte, Egalite, Fraternite untuk orang Tobelo Dalam dan Orang Sawai di Maluku Utara

Siaran Pers

Diakhir abad 17 atau d awal abad 18, Bangsa Perancis dengan lantang meneriakan Liberte, Egalite, Fraternite (Kebebasan, Persamaan, Persaudaraan). Semangat ini mendorong bangsa Perancis memaklumatkan Revolusinya atas absolutisme Kerajaan, sistem ekonomi yang buruk yg berakibat pada hutang negara yang sangat besar namun dinikmati oleh segelintir orang saja, perlawanan atas ketidak adilan, perlawanan atas hak-hak istimewa yang didapat oleh kelompok tertentu atau elite saja. Semangat ini mendorong kemerdekaan bangsa perancis, kemerdekaan untuk berdaulat atas sumber-sumber kehidupan, atas hak asasi rakyat Perancis. Tapi itu terjadi ratusan tahun yang lalu, namun sampai dengan sekarang menjadi kebanggan bangsa Perancis. 

Kebanggaan atas kedaulatan itu sayangnya tidak didapat oleh masyarakat Tobelo Dalam dan Masyarakat Sawai selaku masyarakat yang mendiami, mengelola dan menjaga dengan baik kawasan di Teluk Weda, Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara. Kerakusan akan sumberdaya alam, ketamakan yang dulu dibenci oleh bangsa Perancis disuguhkan oleh Eramet, sebuah perusahaan asal Perancis yang dengan sewenang-wenang merampas hak-hak asasi masyarakat Tobelo Dalam dan Masyarakat Sawai. Eramet memperlihatkan bentuk-bentuk imperialisme yang dulu ditentang oleh bangsa Perancis. 

Teluk Weda, kawasan yang sangat indah di daerah Halmahera Tengah memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Di hutan wilayah tersebut terdapat jenis burung beo (Chattering lory) berstatus terancam dalam Union for Conservation of Nature (IUCN) Red List 2007. Terdapat empat jenis spesies burung berstatus rentan yakni kakaktua putih, Drummer Rail, Sombre Kingfisher dan Dusky Friarbird. Selain burung, terdapat 9 amfibi masuk ke dalam IUCN Red List. Diantaranya species Nyctimystes rueppelli (Cuora amboinensis) berstatus rentan, kadal Sailfin (Hydrosaurus amboinensis) dinyatakan dilindungi berdasarkan aturan Indonesia. Aktivitas di kawasan itu juga mengacam kepunahan burung Bidadari Halmahera (semioptera walacei) yang merupakan simbol dan logo Maluku Utara, sangat ironis kalau pembangunan di Maluku Utara tidak menghargai Simbol-simbol entitas Orang Maluku Utara sendiri. 

Jenis tumbuhan langka dan terancam punah yang terdapat dalam wilayah kontrak karya Eramet (PT. Weda Bay Nikel) diantaranya Kayu Besi (Intsia bijuga) dan Hopea gregaria. Setidaknya terdapat 17 jenis tumbuhan kayu dalam wilayah tambang Weda Bay Nikel diatur oleh peraturan Indonesia atau International Union for Conservation of Nature’s (IUCN) Red List karena statusnya terancam punah. Diwilayah tersebut juga orang Sawai dan orang Tobelo Dalam menggantungkan hidupnya. 

Keberadaan Eramet yang diejawantahkan melalui PT. Weda Bay Nikel juga mengancam situs Budaya Goa Batu Lubang dan Talaga Lagae Lol, dimana Talaga Lagae Lol selain sebagai sumber mata pencaharian bagi warga Sagea juga disana diyakini terdapat Makam Sultan Jailolo yang merupakan Sultan Tertua dari empat Sultan yang ada di Maluku Utara. 

Weda Bay Nikel (WBN) Perusahaan Tambang milik Eramet dari Perancis ini dengan sewenang-wenang menggusur wilayah kelola masyarakat, sejauh ini sudah membuat duka bagi masyarakat Tobelo Dalam dan Masyarakat Sawai, intimidasi dan kriminalisasi dilakukan terhadap masyarakat di Teluk Weda sebagaimana yang pernah dilakukan Raja Louis XV dan Louis XVI pada masa kekelaman di Perancis. Eramet bekerjasama dengan aparatus lokal maupun nasional yang sifat dan tingkahnya tidak jauh beda dengan Turgot dan Jacques Necker (Keterangan : Pengawas keuangan umum di jaman Louis XV-XVI dan Direktur jendral keuangan Kerajaan Perancis pada waktu itu). Mengkriminalisasi 10 orang Sawai dan memporakporandakan tatanan sosial budaya Masyarakat Tobelo Dalam. 

Dari hal-hal tersebut diatas, sangat tidak tepat membiarkan perusahaan tambang beroperasi dan mengobrak-abrik lingkungan, budaya dan entitas masyarakat Maluku Utara. 

Kami menuntut agar : 

“Pemerintah Perancis segera mendesak Eramet untuk menghentikan aktivitasnya dan menarik diri dari Maluku Utara; Agar Pemerintah Perancis mendesak Eramet untuk bertanggung jawab terhadap penindasan yang dialami oleh Masyarakat Tobelo Dalam dan Masyarakat Sawai; serta bertanggung jawab terhadap kerusakan biodiversity, penghilangan dan pengerusakan ruang-ruang hidup masyarakat Tobelo Dalam dan masyarakat Sawai, dan Eramet juga harus bertanggung jawab terhadap terjadinya konflik horizontal yang disebabkan oleh praktek-praktek buruk Eramet di Teluk Weda.” 

Disamping itu juga, kami menuntut pertanggung jawaban Pemerintah Indonesia yang dengan sewenang-wenang mengabaikan hak-hak masyarakat di Teluk Weda serta berkonspirasi dengan perusahaan tambang asing untuk merusak lingkungan, tatanan sosial dan budaya masyarakat di Maluku Utara, khususnya Teluk Weda. Pemberian ijin pinjam pakai kawasan oleh kemenhut kepada Weda Bay Nickel sama hal-nya dengan upaya penghancuran kawasan hutan dan penghilangan budaya (cultural genocide) Masyarakat Adat di kawasan Teluk Weda. Untuk itu Pemerintah khususnya Kementerian Kehutanan tidak sepantasnya mendukung upaya penghancuran kawasan teluk Weda.

Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Eknas WALHI)
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Maluku Utara
Kelompok Masyarakat dan Mahasiswa Peduli Maluku Utara
PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia/National Board Catholic Union of University Student of The Republic of Indonesia)

FKPMM Minta NHM Angkat Kaki

Malut Post, Selasa 12 juli 2011

Ternate - Aksi menuntut PT. Nusa Halmahera Minerals (NHM) angkat kaki dari Malut dilakukan sejumlah mahasiswa yang mengatasnamakan Forum Komunikasi Pelajar Mahasiswa Malifut (FKPMM), kemarin (11/7). 

Aksi damai FKPMM ini berlangsung di depan kantor RRI Cabang Ternate. Dalam orasinya, FKPMM menganggap NHM menjadi sumber masalah yang membahayakan kehidupan rakyat. Karenanya mereka meminta pemerintah mencabut kontrak karya NHM di Malut. FKPMM juga meminta pemerintah menunjukkan keberpihakannya kepada rakyat yang menjadi korban akibat eksploitasi NHM. 

Korlap FKPMM Iswan Ahmad menyatakan aksi ini juga merupakan bentuk keprihatinan terhadap masyarakat lingkar tambang di NHM yang kini terancam dengan kebocoran pipa tailing NHM. 

Untuk kasus kebococran pipa tailing ini kata Iswam FKPMM menduga ada indikasi pembiaran dan diduga ada persekongkolan antara NHM, Pemerintah Pusat, Provinsi dan kabupaten. "Kasus NHM ini bukan hanya kasus pembocoran pipa tailing, namun banyak pelanggaran sosial seperti pelanggaran hak asasi manusia dan sebagainya. Sehingga ini tentu menjadi keresahan ditengah masyarakat," katanya. (Mw-12/fai)

150 Mahasiswa Maluku Utara Demo PT NHM

Tribun Manado - Sabtu, 9 Juli 2011 15:37

Laporan Wartawan Tribun Manado Robertus Rimawan.

MANADO - Sekitar 150 mahasiswa asal Maluku Utara mengatasnamakan Solidaritas Mahasiswa Maluku Utara (Somasi) melakukan demonstrasi di depan PT Nusa Halmahera Mineral, di Jalan Sudirman, Sabtu (9/7/2011) sekitar pukul 11.30 Wita. Ratusan mahasiswa tersebut bahkan menempel tulisan-tulisan tuntutan. Satu di antaranya bahkan tertulis, 'Atas Nama Masyarakat Maluku Utara, Kantor ini Kami Tutup'.Kertas lain bertuliskan, 'Tolak Izin-Izin Pertambangan di Maluku Utara', lalu ada juga tulisan "Copot Kapolres Halmahera Tengah', 'Tolak Izin Pertambangan di Hutan Lindung', serta berbagai tulisan lainnya.

Risman Abdul Rasik (25), juru bicara Somasi kepada Tribunmanado.co.id, mengatakan demo tersebut bertujuan agar perpanjangan izin PT NHM tak terealisasi."Kami tolak izin pertambangan dan lakukan audit lingkungan di Malut," ujarnya. Menurut Abdul pertambangan oleh PT NHM merupakan pertambangan terbesar kedua di dunia setelah PT Freeport."Pipa tailing tiga kali jebol ada lima warga jadi korban, mereka kena penyakit gatal-gatal diduga tercemar oleh limbah tersebut," ujarnya.

Ia menambahkan, limbah PT NHM dibuang ke sungai yang bermuara ke laut.Limbah tersebut menurut Abdul membuat ikan-ikan teri mati dan memutus mata pencaharian masyarakat."Sudah 25 tahun, mereka cemari lingkungan, masak mau tambah lama," jelas Abdul. PT NHM belum memberikan tanggapan, saat Tribun Manado mencoba konfirmasi terkait unjuk rasa tersebut, seorang satpam, Hendra, mengaku tak ada satupun pihak manajemen di kantor. "Ini hari sabtu jadi libur," ujarnya. Sementara saat diminta nomor yang bisa dihubungi sebagai perwakilan perusahaan, Hendra tak bersedia memberikan dengan alasan belum mendapat izin Bergabunglah dengan Tribun Manado Sharing Community untuk update berita Sulawesi Utara dan berbagi informasi kegiatan komunitas Anda.

Penulis : Robertus_Rimawan, Editor : Rine_Araro

Selasa, 12 Juli 2011

BLH Maluku Utara Tolak Umumkan Dugaan Pencemaran Perusahaan Tambang

Selasa, 12 Juli 2011 - ERWIN DJAMILGO

KBR68H, Ternate – Badan Lingkungan Hidup Maluku Utara mengklaim tidak berwenang mempublikasikan hasil uji laboratorium, terkait dugaan pencemaran lingkungan PT. Nusa Halmahera Mineral (NHM). 

Kepala Badan Lingkungan Hidup Maluku Utara, Naser Thaib mengatakan, publikasi hasil ujian laboratorium atas tanah dan air sungai di sekitar PT.NHM menjadi kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup.

“Ia itu kewenangan pusat, jadi hasilnya tidak bisa kami umumkan, hasilnya nantinya diserahkan ke Kementerian Lingkungan Hidup sehingga nanti dilihat kalau berbahaya baru diambil langkah-langka tindakan oleh kementerian, karena izin PT.NHM adalah kontrak karya. Karena itu ada analisa unsur-unsur logam, apakah mengandung logam berat terutama pada tanah.”

Pekan lalu, Forum Pemerhati Masyarakat Lingkar Tambang mengeluarkan tiga rekomendasi yang telah disebarkan ke warga Ternate, Maluku Utara. Rekomendasi itu diantaranya adalah larangan mengkonsumsi ikan yang berasal dari Teluk Kao. Pasalnya, ikan-ikan yang ada di Teluk Kao sudah terindikasi mengandung senyawa kimia berbahaya, sianida. Hal ini berdasarkan hasil penelitian dari Pusat Peneliti Bogor yang sebelumnya menemukan adanya pencemaran lingkungan di sekitar tambang PT Nusa Halmahera Mineral.

Minggu, 10 Juli 2011

Dinas Pertambangan Maluku Utara Tak Miliki Data Jumlah Izin Tambang

Selasa, 05 Juli 2011 – ERWIN DJAMILGO


KBR68H, Ternate – Dinas Pertambangan Maluku Utara tidak memiliki data akurat jumlah izin usaha pertambangan yang beroperasi. Kepala Dinas Pertambangan Arman Sangaji mengatakan, hal ini terjadi mengingat tak semua izin usaha pertambangan yang dikeluarkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral diterima pemerintah kabupaten. Selain itu izin pertambangan yang dikeluarkan oleh pemkab ada yang tidak terdaftar di kementerian. Menurut Arman saat ini dinasnya memiliki 3 data berbeda seputar perusahaan yang mengantongi izin pertambangan. Untuk memastikan data, dinas menugaskan stafnya ke Jakarta untuk mencari tahu kebenaran jumlah perusahan tambang yang beroperasi di daerah tersebut.

“Saya dulu sempat inventarisir mulai dari 300 sekian, kemudian turun lagi 228, pendataan yang terakhir katanya 258 izin usaha pertambangan. Kemarin ini saya perintahkan staf saya untuk berangkat mencari kebenaran data izin pertambangan sekaligus dengan peta-petanya supaya informasi itu yang kita pegang sehingga nantinya disampaikan ke publik.”

Kepala Dinas Pertambangan Maluku Utara Arman Sangaji mengatakan, ketidakakuratan data izin usaha pertambangan juga diakibatkan oleh tumpang tindihnya izin kawasan hutan. Diperkirakan perusahaan tambang yang mengantongi izin mencapai 230 buah. Sementara data LSM Lingkungan Walhi Maluku Utara menyebutkan lebih dari 300 perusahaan tambang yang beroperasi.

Pemkab Maluku Utara Tolak Kebun Sawit di Lahan Transmigrasi

Senin, 11 Juli 2011
ERWIN DJAMILGO



KBR68H, Sofifi – Pemerintah Maluku Utara menolak wilayah transmigrasi di Kabupaten Halmahera Tengah dijadikan lokasi perkebunan kelapa sawit. 

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Maluku Utara Syafruddin Kamal Sappe beralasan, ketersediaan lahan di lokasi transmigrasi di kabupaten itu hanya mencapai 3 ribu hektar. Sedangkan untuk mengembangkan perkebunan kelapa sawit membutuhkan lahan di atas 20 ribu hektar. Syarifuddin mengatakan lokasi transmigrasi yang layak dikembangkan menjadi perkebunan kelapa sawit ada di Kabupaten Pulau Morotai.

“Pengamatan kita sebenarnya ada 3 yang paling layak, yaitu Kabupaten Halmahera Timur, Kabupaten Sula dan Kabupaten Morotai. Artinya lahan yang mencukupi di atas 20 ribu hektar, tapi kalau kabupaten Halmahera Tengah sampai saat ini kita belum tahu. Kalau menurut hasil survey di sana untuk pencanangan areal di sana baru ada untuk lokasi trans. Kalau kelapa sawit ini masuk sebagai lokasi trans, berarti lahan di sana kurang lebih hanya 3 ribu hektar, kecuali mereka mau menanam dengan lahan segitu mungkin bisa.”

Sebelumnya, LSM lingkungan Walhi Maluku Utara menolak kehadiran PT Guandong Agribusiness yang ingin mengembangkan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Halmahera Tengah. Alasannya sawit tidak akan membawa keuntungan bagi masyarakat mengingat daya rusak lingkungannya lebih tinggi dibanding pertambangan. Demikian laporan Kontributor KBR68H, Erwin Djamilgo dari Radio Gema Hikmah Ternate.

Larangan Konsumsi Ikan Diedarkan

FPMLT Rilis Hasil Penelitian Kondisi Teluk Kao


Radar Halmahera, Senin 11 juli 2011


Tobelo - Dugaan adanyanya pencemaran lingkungan yang terjadi di sejumlah sungai di kecamatan lingkar tambang seperti Kao dan Malifut, membuat warga di dua kecamatan dan sekitarnya terpaksa mengeluarkan himbauan untuk tidak mengkonsumsi ikan yang berasal dari sungai yang ada.

Langkah pencegahan ini dilakukan setelah mereka mendapatkan data terkait adanya pencemaran yang terjadi pada tahun 2006 hingga 2008 dari laboratorium Pusat Peneliti Bogor yang dipresentasikan Ir. Amesius Basae MSi, pakar lingkungan dari salah satu Universitas di Malut.

Dalam data itu, diklaim wilayah lingkar tambang PT. NHM sudah TERCEMAR dengan sianida sejak data itu dirilis dan dipresentasikan di gedung pertemuan adat di Kecamatan Kao oleh Forum Pemerhati Masyarakat Lingkar Tambang (FPMLT) jumat akhir pekan kemarin, juga memperlihatkan hasil penelitian pada daging dan hati ikan di sungai di kawasan lingkar tambang.

Usai presentase, pihak FPMLT langsung mengeluarkan 3 rekomendasi yang telah disebarkan ke masyarakat lingkar tambang. Salah satu rekomendasi yakni, larangan mengkonsumsi ikan yang berasal dari Teluk Kao. Pasalnya ikan-ikan yang ada di perairan lingkar tambang, khususnya Teluk Kao sudah terindikasi mengandung senyawa kimia dari limbah sianida NHM.

Krees Ayang, pengurus FPMLT kepada Radar Halmahera Jumat (8/7) mengatakan, selain rekomendasi untuk tidak mengkonsumsi ikan, pihaknya juga akan membentangkan spanduk yang menceritakan kondisi masyarakat lingkar tambang NHM kedepan. "Selain itu kita akan mempresure ketingkat lebih tinggi karena kita sudah tidak percaya lagi dengan pemkab Halut dan Provinsi Malut. Buktinya hingga saat ini, BLH Halut sendiri tidak pernah merilis kalau wilayah lingkar tambang sedang dalam kondisi tercemar. Malah sebaliknya terkesan melakukan pembelaan," tegas dia.

Terkait dugaan pencemaran di Desa Tomabaru (Balisosang), akibat bocornya pipa tailing oleh tim 8 yang melihat langsung dilapangan, dan sudah disampaikan ke Bupati Halut Hein Namotemo disertai bukti - bukti.

Namun, kata dia, hingga saat ini tidak ada tanggapan kongkrit yang dilakukan Pemkab Halut. Padahal masyarakat sangat membutuhkan sikap tegas Pemkab Halut dalam penyelesaian pencemaran yang saat ini sedang dalam membahayakan warga.

Kondisi itu diakui sangat mengecewakan pihaknya dan masyarakat lingkar tambang mengingat sudah ada korban yang diderita warga Balisosang yang mengidap luka-luka.

"Alasan itu selayaknya persoalan NHM dipresure ke tingkatan pemerintahan yang paling atas. Dengan cara menggiring isu pencemaran itu menjadi isu nasional. Dan inti dari isu - isu yang nantinya digiring itu semata - mata untuk menuntut NHM TUTUP dan angkat kaki dari Halut karena kehadirannya tidak membawa kesejahteraan," tegasnya.

Disebutkan, seperti persoalan yang terjadi saat ini diantaranya sering bocornya pipa, tercemarnya air tanah dan tentunya berdampak pada biota hayati dan nabati. Termasuk pengelolaan CSR yang seolah - olah tidak ada habis - habisnya dibahas masyarakat.
"Kita akan presure ke Kedubes Australia yang ada di Jakarta agar NHM angkat kaki dari Halut," ujar Krees dengan nada tegas.

FPMLT juga mengancam, jikalau tuntutan mereka tidak ditanggapi, maka akan melakukan aksi besar - besaran pada saat Sail Indonesia Morotai (SIM) 2012. Dengan alasan, kalau Malut tidak layak menyelenggarakan event Nasional bahkan Internasional sekelas SIM 2012, sebab lautnya sudah tercemar limbah sianida, "Kalau aksi kami tidak ditanggapi maka kita akan buat aksi besar-besaran pada saat Sail berlangsung," tegas dia.

Lebih lanjut dikatakan, rencana keberangkatan pihaknya ke Jakarta untuk menggelar aksi demonstrasi di Kedubes Australia itu juga didukung seluruh elemen mahasiswa Malut disana. Bahkan dalam waktu dekat Mahasiswa Malut yang ada di Jakarta akan melakukan eksen awal dan menunggu kehadiran pihaknya. Selain itu, koordinasi dengan pihak DPD dan Anggota DPRRI dapil Malut juga sudah dilakukan.

"Pada saat rapat kemarin, hadir juga Mahasiswa Malut yang berkuliah di Jakarta dan mereka siap membangun koordinasi awal. Termasuk memobilisir massa saat aksi demonstrasi dilakukan," tegas dia.

Krees juga mengatakan, sejak sabtu (9/7) pekan kemarin pihaknya sudah sebarkan hasil laboratorium Bogor yang dipaparkan Ir. Amesius Basae MSi itu ke warga lingkar tambang. Sekaligus mengkampanyekan tidak mengkonsumsi ikan dari Teluk Kao. Dan selasa esok, pihaknya juga akan menekan Sinode dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk turut bicara hak hidup masyarakat lingkar tambang yang terancam terkait pencemaran yang dilakukan PT. NHM.

Lebih lanjut Krees mengaku, hasil presentasi yang disampaikan pakar lingkungan di Kao kamis (7/7) malam pekan kemarin, dihadiri seluruh tokoh adat lingkar tambang. Dan rekomendasi - rekomendasi yang dikeluarkan merupakan kesepakatan masyarakat lingkar tambang.

Terpisah, Cornelius petinggi NHM saat dikonfirmasi via pesan singkat (SMS) dengan nomor kontak 081523831xxx sabtu (9/7) pekan kemarin tidak ada tanggapan. Padahal pesan singkat itu terkirim dan masuk ke nomor kontak yang bersangkutan yang pernah menghubungi Radar Halmahera. Bahkan Iwan Irawan Direktur NHM pun demikian saat di SMS di nomor kontak 0811112xxx tidak ada tanggapan sama sekali hingga berita ini diturunkan. (Cal)

Lagi, Mahasiswa Malut di Manado Gelar Demo

Terkait Masalah Pertambangan


Malut Post, Senin, 11 juli 2011


Weda - Tak puas dengan keberadaan PT. Weda Bay Nickel dan PT. Nusa Halmahera Minerals (NHM), Mahasiswa asal Malut yang kuliah di Manado, menggelar aksi demo. 

Aksi ini dilakukan sebagai bentuk dukungan terhadap 10 orang terdakwa perusakan fasilitas milik Weda Bay, dan persoalan bocornya tailing di NHM yang merugikan masyarakat. Aksi yang dimulai sabtu (9/7) lalu, diawali dari asrama mahasiswa Malut di lorong Pencak, berlanjut ke kantor NHM Manado. 

Menurut Koordinator Aksi Risman Abdul Rasyid, Malut yang memiliki potensi hutan 3,18 juta ha dan sumberdaya alam yang cukup banyak, ternyata tak memberi dampak signifikan bagi peningkatan kesejahteraan daerah dan masyarakat Malut, khususnya warga lingkar tambang. Maraknya tingkat kriminal di daerah sekitar tambang, intimidasi oleh aparat keamanan, penangkapan warga tanpa proses hukum yang adil, dan hadiah pencemaran lingkungan hingga mencemari sumber air warga, menjadi potret buram pertambangan di Malut. "Contohnya bocornya pipa tailing NHM," ujarnya. 

Dia menuturkan sedikitnya 5 warga Desa Balisosang Halut, diduga terkena dampak limbah tersebut, namun sampai saat ini belum mendapat penanganan dari dinas kesehatan setempat.

Sementara itu di Halteng, mereka menilai Pemkab kurang memperhatikan nasib 10 terdakwa yang kini sedang menjalani sidang di pengadilan Negeri Soa Sio Tidore. Pihak Weda Bay juga dituduh tak berpihak kepada warga lingkar tambang. 

Humas Solidaritas Mahasiswa Untuk Korban Tambang, Ardiansyah Faudji, menambahkan jika dirunut kasus ini terkesan dibiarkan agar proses pembakaran asset Weda Bay terjadi. 

Sejumlah tuntutan disampaikan dalam aksi tersebut antara lain; Penghentian Eksploitasi Sumberdaya Alam di Malut, Tolak izin baru pertambangan di Malut, Kapolres Halteng harus dicopot dari jabatannya, dan Pemkab Halteng harus bertanggung jawab atas persoalan 10 terdakwa pembakaran aset Weda Bay (Day/Onk)

Mahasiswa Segel Kantor NHM

Radar Halmahera, senin 11 juli 2011

Tobelo - Setelah sebelumnya turun menggelar aksi demo, puluhan mahasiswa asal Maluku Utara (Malut) yang tergabung dalam solidaritas Mahasiswa Untuk Korban Pertambangan, Sabtu akhir pekan kemarin kembali mendemo kantor PT. NHM di Manado.

Aksi yang digelar sekitar pukul 10.00 WITA hingga 13.00 WITA dan mengambil jalur mulai dari asrama Malut dengan naik truk menuju kantor cabang NHM di Manado itu, berakhir dengan penyegelan kantor.

Sebelum menyegel kantor NHM, para mahasiswa ini menyampaikan pernyataan sikap mereka. Diantaranya meminta agar eksploitasi sumberdaya alam di Malut yang tak ramah lingkungan segera dihentikan. Mahasiswa juga menolak izin baru pertambangan di Malut. "Kita juga mendesak agar Kapolres Halteng segera dicopot," ungkap koordinator aksi lapangan dalam aksi tersebut, Risman A Rasyid, sabtu akhir pekan kemarin usai demo.

Para Mahasiswa ini juga mendesak agar Pemkab Halmahera Tengah (Halteng) segera bertanggung jawab atas penangkapan 10 orang sawai di kawasan lingkar tambang yang tanpa proses hukum yang adil oleh pihak perusahaan. "Kami juga desak agar izin PT. Tekindo karena merusak lingkungan, STOP Pertambangan di Kawasan Lindung," tegasnya.

Puluhan Mahasiswa meminta agar hak-hak ulayat masyarakat lingkar tambang dikembalikan dan segera menghentikan penggusuran atas nama pertambangan.

"Perpanjangan izin eksploitasi PT. Nusa Halmahera Minerals (NHM) juga dihentikan. Kami juga menuntut agar Dinas Kesehatan Halut segera bertanggung jawab atas lima warga Balisosang yang terkena penyakit akibat pencemaran di Sungai Tabobo," tegasnya.

Menurut mereka, Malut memiliki SDA yang melimpah, potensi perikanan yang begitu besar. Namun kekayaan itu, oleh pemerintah Malut tidak dikelola dengan berbasis kerakyatan dan lebih banyak merugikan masyarakat.

Menurut mereka, kesejahteraan daerah dan masyarakat Malut, khususnya warga lingkar tambang belum memadai. Justeru yang terjadi saat ini lanjutnya, maraknya kriminalisasi di daerah sekitar lingkar tambang, intimidasi oleh aparat keamanan, penangkapan warga tanpa proses hukum yang adil dan pencemaran lingkungan akibat limbah.

Dalam aksi yang dikawal ketat aparat kepolisian Manado itu, para mahasiswa ini menilai, lepasnya pipa tailing PT. NHM yang ketiga kalinya menjadi contoh nyata bahwa kehadiran perusahaan emas raksasa itu, telah membawa kerugian bagi warga setempat.

"Lima warga Balisosang yang kena penyakit gatal dan bisul sampai saat ini belum mendapatkan penanganan dari pihak Dinkes Halut, kami menilai mereka sengaja biarkan warga setempat menderita," kata Risman.

Bahkan, mereka juga menyentil sikap Pemkab Halteng yang membiarkan penangkapan 10 orang warga suku sawai lantaran menolak kebijakan pihak pertambangan PT. Weda Bay Nickel (WBN) yang tidak berpihak pada warga. "Pemkab Halteng harus bertanggung jawab, dan ini sudah merupakan pelanggaran HAM," tegasnya.

Setelah berorasi selama tiga jam dan menyegel kantor PT. NHM itu, para mahasiswa asal Malut ini pun bubar kembali ke asrama mereka dengan dikawal aparat kepolisian. (Dit)

Kamis, 07 Juli 2011

Seluruh RSUD Maluku Utara Tak Punya IPAL

KAMIS, 07 JULi 2011

ERWIN DJAMILGO



KBR68H - Seluruh Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di Maluku Utara belum memiliki analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) dan instalasi pengolahan air limbah (Ipal). Kepala Dinas Kesehatan Maluku Utara, Husen Kausaha menjelaskan, rumah sakit tersebut dibangun sebelum terbitnya peraturan yang mengharuskan memiliki dokumen pengelolaan lingkungan. 

Husen mengaku telah menyurati dinas kesehatan kabupaten dan kota untuk segera melengkapi dokumen pengelolaan lingkungan, agar tidak bermasalah dimasa datang 

“Dinas Kabupaten dan kota menangani masing-masing pengelolaan. Kami sudah sampaikan untuk segera membuat amdal dan ipal karena ini untuk kepentingan rumah sakit dan masyarakat sekitarnya. Itu saya sudah sampaikan, untuk rumah sakit umum Ternate pernah dapat teguran dari polda, makanya ini harus dibuat terutama ipal. Karena ini dari dulu sejak masyarakat belum mengerti, rumah sakit sudah ada,” papar Husen. 

Sebelumnya LSM lingkungan WALHI Maluku Utara mendesak seluruh rumah sakit umum daerah segera membuat Amdal dan Ipal. Langkah itu dilakukan agar limbah yang mengalir tak merugikan masyarakat yang berada di sekitar rumah sakit. 

http://www.greenradio.fm/news/latest/6283-seluruh-rsud-maluku-utara-tak-punya-ipal-

 

361 Tonnes Hazardous Waste of Nusa Halmahera Mineral (NHM-Australia) Gold Mining Polluted River and Plantation fields in Halmahera Island, Indonesia

Ternate & Jakarta (16/02/11)

On Thursday, 3 Februari 2011, night time, mining tailing pipe has leaked. Estimated, in
amount 361 tonnes hazardous waste has been discharging to environment trough Kali
Sambiki and flowed to Kobok River, North Halmahera. Villager from Balisosang Village
reported that mining waste leaking has caused mass fish died and floating along Kobok River.
According to the record of WALHI North Moluccas, River Kobok has been degraded since
year 2000 because of mining activities. Previously, river water consumed by villager for
drinking, bathing and domestic uses. But in last two years, villager no longer consume the
water river. Stinky smell grows from river like accu smell, and oily.

Physical and chemical changes of the river caused by hazardous waste of NHM.
This last leaking is not single incident. On March 2010, NHM’s tailing pipe also leaked and
releasing hazardous waste to the river. Peasant productivity along the river has been
decreasing, as they haunted by contamination. Many of their children has been drop out of
school because of the decreasing economic productivity from working in the field.

For this negligence, according to Environment Management and Protection Law no 32/2009
article 98, NHM has become environment criminal perpetrator in releasing waste mining
above the allowed standard, and can be fined nine million rupiah. Besides, openness
information was absent in this case because pubic has not to be informed immediately, in
line with article 35 Government Regulation No 74/ 2001.

WALHI North Moluccas urged the mining to explain to public on matter of this pipe leaking,
and demanded Environmental Agency of North Moluccas to set up an investigation in
transparent way and involving villagers and independent observer.

Halmahera Island is under huge stress of massive mining permits, which now existed 167
permits. Three among them exist in protected forests. Those are Nusa Halmahera Mining,
Antam Buli, and Weda Bay Nickel (owned by Eramet-Mitsubihi-Antam). This incident as
warning to local government to review all the existing mining permits in Halmahera Island.
Wahli-Amis de la Terre Indonésie

Selasa, 05 Juli 2011

Moratorium Izin Tambang di Maluku Utara Harus Segera

Selasa, 05 JULi 2011
ARTHA SENNA, REPORTER GREEN RADIO

Wilayah hutan di Maluku Utara semakin menyusut karena diokupasi industri pertambangan. Pertambangan menguasai sekitar 1,6 juta hektar, dari total keseluruhan luas hutan di Maluku Utara yang mencapai 2,8 juta hektar. Dengan kata lain hutan di Maluku Utara 50 persen lebih dikuasai tambang. 

Pemerintah pusat diminta melarang pemebrian izin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Maluku Utara agar potensi kerusakan lingkungan tidak bertambah. 

Menurut Ismet Sulaiman, Direktur Eksekutif LSM lingkungan Walhi Maluku Utara, saat ini ada 4 jenis pertambangan di Maluku Utara,yang pertama adalah tambang nikel, berada di seluruh wilayah Maluku Utara, tambang emas di Halmahera Utara, Pasir Besi dan tambang mangan di pulau-pulau kecil. 

“Tambang nikel adalah industri yang paling besar cakupannya. Jika dilihat di peta pertambangan, Pulau Gebe,di Halmahera Tengah sudah dalam kondisi tandus. Sementara dua pulau di Halmahera Timur, Gei dan Pangkal, sudah sangat gundul. Total luasan hutan lindung hanya 683.750 hektar, jika dikalkulasikan dari misalnya 200 izin, dengan rata-rata luasan konversi 5000 hektar, jika dikonversi dari hektar ke kilometer, luasnya mencapai 100 km persegi. Sementara luasan daratan Maluku Utara janya 45.000km. Ini terjadi akibat adanya izin – izin yang tumpang tindih,” kata Ismet. 

Ia menambahkan, wilayah pemukiman juga masuk dalam kawasan yang bakal dikonversi , seperti di wilayah Maluku Utara. Pihaknya mendesak agar Pemerintah Pusat segera melakukan moratorium izin tambang dan izin hutan di Maluku Utara. 

Menanggapi hal itu Hadi Daryanto, Sekjen Kementerian Kehutanan, tindakan itu mungkin saja dilakukan karena kewenangan berdasarkan UU 41 tahun 1999 ada di Kemenhut. Dan Kemenhut pada 25 Februari 2010, sudah membuat surat edaran pada Gubernur agar para Bupati mendata kawasan-kawasan hutan yang di dalamnya terdapat perkebunan, pertambakan, hak guna usaha, dll yang tidak memiliki izin dari menteri. “Ini yang harus diteruskan ke para Bupati dan nantinya Kemenhut membentuk kerjasama dengan satgas mafia hukum. Bentuk intervensinya bisa dilakukan dengan mencabut izin yang tanpa prosedur tersebut. Begitu kami mendapat laporan, kami akan segera bertindak dengan bekerjasama dengan Dirjen PHKA, Kejaksaan, Kepolisian,” tandas Hadi.

Kemenhut Pelajari RTRW Maluku Utara

SELASA, 05 JULI 2011

ERWIN DJAMILGO


KBR68H - Kementerian Kehutanan sedang mengkaji Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Maluku Utara sehingga tidak terjadi eksploitasi yang melebihi daya dukung lingkungan. Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan mengatakan, RTRW Maluku Utara harus diperbaiki untuk mencegah pembalakan liar.
“Sekarang sedang mengkaji termasuk menyesuaikan tentang tata ruang di Maluku Utara.  Maluku Utara adalah daerah kepulauan yang banyak pohon-pohon kalau dieksploitasi melebihi daya dukung sangat berbahaya, apakah penebangan pohon atau untuk tambang, oleh karena itu kita sekarang meningkatkan pengawasan kita terhadap hutan, baik itu hutan produksi, hutan konversi maupun hutan lindung serta kawasan konservasi dengan melibatkan pemerintah daerah,” papar Zulkifli.
Ia mendesak Pemda Maluku Utara untuk segera menyampaikan perbaikan rancangan tata ruang wilayah ke pemerintah pusat. Zulfikli menegaskan, Maluku Utara harus segera memiliki RTRW untuk menyelamatkan sumber daya mineral yang berlimpah serta mencegah kerusakan lingkungan.


Senin, 04 Juli 2011

ANEH… NAKERTRANS TIDAK TAHU ADA PEMBONGKARAN KEBUN WARGA

MONITOR - Senin, 04 Juli 2011

Soal Pemukiman Transmingrasi

Sofifi, MONITOR - Dinas Tenaga Kerja dan Transmingrasi (Disnakertrans) Maluku Utara belum bisa berbuat banyak, pasalnya hingga saat ini Pemda Malut belum menerima peta rencana pembukaan lahan trasmingrasi di Kabupaten Halmahera Timur (Haltim).

Kabid Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmingrasi (P2KT) Disnakertrans Malut, Umar Sangaji mengatakan, pihaknya hingga kini belum menerima peta rencana pembukaan lahan, sehingga belum mengetahui letak lokasi transmingrasi yang saat ini dibebaskan untuk pemukiman transmingrasi di Kabupaten Haltim.

Untuk Kabupaten tersebut tahun ini disetujui pembukaan lokasi baru Satuan Pemukiman (SP) di Kabupaten tersebut hanya 1 unit.

Sebelumnya, Ketua Dewan Pengurus Daerah Wahana Lingkungan HIdup Maluku Utara, Mukti Baba menyebutkan, lahan perkebunan masyarakat di Desa Waseleo dan Desa Patlean, Kecamatan Maba Utara kabupaten Haltim digusur untuk dijadikan kawasan transmingrasi, padahal masyarakat selama ini hanya bergantung pada hasil pekebunan untuk menopang kebutuhan hidup sehari - hari di lahan tersebut.

Lahan perkebunan masyarakat dibongkar untuk dijadikan pemukiman transmingrasi di 2 desa. menurutnya pembongkaran lahan perkebunan masyarakat oleh pihak rekanan, dengan tanah tersebut milik  Negara yang telah di patok sejak tahun 1976 baru di ketahui warga setelah lahan tersebut digusur guna dijadikan pemukiman baru transmingrasi. Hal tersebut merupakan bagian dari praktek perampasan terhadap hak-hak rakyat atas sumber-sumber kehidupan.

Di Haltim sudah ada 3 SP, sedangkan pembukuaan lahan untuk SP 4 saat ini sedang dilakukan oleh pihak rekanan.(ega)