SAY NO TO MINING IN NORTH MOLUCAS

SAY NO TO MINING IN NORTH MOLUCAS
WALHI MALUT Aksi Teatrikal Hari Anti Tambang

Senin, 16 Januari 2012

OKP DESAK PEMKOT TUNTASKAN SENGKETA LAHAN FITU

RADAR HALMAHERA JUMAT, 13 JANUARI 2012 

TERNATE - Ditengah masyarakat Kelurahan Fitu masih terus gelar aksi blokir jalan dan duduki gedung pramuka sebagai bentuk penolakan terhadap kebijakan pemkot untuk penggusuran lahan yang menurut mereka itu tanahnya, sedikitnya beberapa organisasi kepemudaan yang terdiri dari WALHI Malut, Sebumi, Pembebasan, SHI Malut, Perempuan Mahardhika, Gempar, SMI, FKPM, PMII Ternate, Samurai dan elemen mahasiswa yang lainnya juga menggelar aksi demonstrasi jalan kaki untuk menyampaikan aspirasi mereka dan mewakili warga Fitu. 

Aksi jalan kaki yang tersebut dimulai dari depan kantor RRI menju Polda dan kantor Walikota Ternate. Dalam unjuk rasa itu koalisi beberapa OKP itu menyatakan sikap sebagai tuntutan mereka terhadap pemerintah diantaranya, meminta hentikan penggusuran lahan berupa perkebunan dan pertanian warga Fitu, hentikan penindasan aparat kepolisian dan TNI terhadap rakyat, tuntaskan sejumlah kasus sengketa agraria di Maluku Utara. 

Bahkan mereka juga menyatakan tolak terhadap investasi pertambangan dan perkebunan sawit. Hentikan penggusuran dan sediakan tempat berdagang yang layak untuk pedagang, kata salah satu orator yang mengaku sebagai Posko “Pulihkan Hak Rakyat Indonesia” Maluku utara.

SEGERA TUNTASKAN SENGKETA LAHAN FITU

RADAR HALMAHERA - JUMAT, 13 JANUARI 2012 

TERNATE-Sengketa lahan yang kini tengah dialami warga Kelurahan Fitu, memicu aksi dari sejumlah organisasi kepemudaan terdiri dari WALHI Malut, Sebumi, Pembebasan, Gempar, SMI, FKPMM, PMII, SHI Malut, Perempuan Mahardhika, Samurai dan elemen mahasiswa lainnya. 

Mereka pun turun menggelar aksi sebagai bentuk penolakan terhadap kebijakan Pemkot Ternate yang berencana melakukan penggurusan lahan yang menurut warga itu adalah tanahnya. 

Aksi Demo jalan kaki yang dimulai di depan kantor RRI Ternate menuju Polda dan Kantor Walikota Ternate itu terdiri dari beberapa elemen. Koalisi sejumlah OKP itu menyatakan sikap sebagai tuntutan mereka terhadap pemerintah diantaranya, meminta hentikan penggusuran lahan berupa perkebunan dan pertanian milik warga Fitu, hentikan bentuk penindasan aparat kepolisian dan TNI terhadap rakyat, tuntaskan sejumlah kasus sengketa agrarian di Maluku Utara. 

Bahkan para pendemo juga menyatakan tolak terhadap investasi pertambangan dan perkebunan sawit. Hentikan penggusuran dan sediakan tempat berdagang yang layak untuk pedagang, Kata salah satu orator yang mengaku sebagai posko “Pulihkan Hak Rakyat Indonesia” Maluku Utara.

POLDA DAN PEMKOT TERNATE DIDEMO

MALUT POST - JUMAT, 13 JANUARI 2012 

TERNATE - Aksi unjuk rasa kembali terjadi. Sejumlah elemen yang mengatasnamakan diri Aliansi Posko Pulihkan Hak rakyat Indonesia, Kamis (12/1) Kemarin mengunjuk rasa di depan Polda dan Kantor Walikota Ternate. Mereka menuntut penyelesaian sejumlah kasus, termasuk sengketa lahan yang terjadi di kelurahan Fitu dan Gambesi, Ternate selatan. 

Dalam orasinya, mereka mendesak pemerintah kota (Pemkot) Ternate segera menyelesaikan konflik sengketa tanah yang terjadi di kelurahan Fitu dan Gambesi. Selain itu, mereka juga menuntut hentikan penggusuran dan sediakan tempat berdagang yang layak dan strategis untuk pedagang kaki lima(PKL). 

Mereka juga mendesak Kapolda menindak tegas oknum-oknum kepolisian yang melakukan segala tindakan represif terhadap rakyat. Yang pasti akan ada konsolidasi terus menerus, dan Aksi akan berkelanjutan, Kata Kordinator Aksi Astuti N.Kilwouw.

GUBERNUR DIDESAK TUNTASKAN KASUS AGRARIA

MALUT POST JUMAT, 13 JANUARI 2012

SOFIFI - Pasca peristiwa Mesuji, Lampung dan Bima, Nusa Tenggara Timur (NTT), Konflik agraria sepertinya meluas dan terjadi di mana-mana, meski dalam eksalasi yang relativ kecil. Di Malut sendiri, kasus sengketa tanah yang terjadi di beberapa daerah, bak api dalam sekam. Hal ini membuat sejumlah kalangan angkat bicara, meminta pemerintah daerah (PEMDA) serius menyelesaikan kasus sengketa lahan. 

Pemprov dalam hal ini Gubernur harus serius dengan masalah sengketa lahan ini. Jangan kasus-kasus seperti Mesuji dan Bima terulang di Malut, tandas anggota DPR Provinsi Maluku Utara, Syafar Syam kepada Malut post lewat ponsel kemarin (12-1). 

Syafar lantas menyebutkan sejumlah kasus sengketa lahan di beberapa daerah yang hingga saat ini, belum terselesaikan. Bahkan kata dia, berpotensi menimbulkan konflik yang merugikan masyarakat setempat apabila Pemda tidak segera tangani dengan baik. Kasus-kasus itu, antara lain sengketa lahan bandara Emalamo - Sanana, sengketa lahan perkebunan kelapa sawit di Gane Barat Selatan – Halsel, dimana masyarakat berhadapan dengan Pihak Perusahan PT.GMM dan sengketa lahan bandara Pitu – Morotai, yang saat ini dikuasai TNI Angkata Udara. Dia juga menyebut konflik lahan juga berpotensi di Desa Kawasi – Obi, akibat pembukaan lahan tambang di daerah tersebut. 

Tak Lupa, wakil rakyat asal Dapil Malut IV (Halsel) ini, juga menyingung aksi warga Gambesi, Ternate Selatan, yang menolak pembangunan Gedung pramuka diatas lahan garapan mereka. Pemerintah daerah dan Gubernur harus segera menyelesaikan sengketa lahan, sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan mengorbankan masyarakat, ujarnya. Persoalan ini menjadi sorotan sejumlah mahasiswa yang melakukan unjuk rasa di Ternate kemarin (12-1). 

Massa yang menyebut diri Aliansi Posko Pulihkan Hak Rakyat Indonesia, meminta pemerintah daerah segara menyelesaikan kasus-kasus sengketa lahan yang terjadi Maluku utara. Mereka Khawatir kasus lahan yang melibatkan pihak Korporasi dan aparat kepolisian itu akan mengorbankan rakyat. 

Kami memintah pemerintah daerah pro terhadap rakyat dalam menyelesaikan kasus tanah, tandas kordinator Aksi Astuti Kilwouw kemarin. Dia mendesak pemerintah kota Ternate segera menyelesaikan kasus tanah di Fitu dan Gambesi.

Jumat, 13 Januari 2012

Pernyataan Sikap POSKO “PULIHKAN HAK RAKYAT INDONESIA” - Maluku Utara

“Hapus Liberalisasi Pertambangan Dan Hentikan Perampasan Tanah Rakyat” 

Melawan lupa. Masih segar dalam ingatan kita sepanjang kepemimpinan rezim SBY hingga dipenghujung tahun 2011 kemarin, tahun kelam yang marak dengan tindak kejahatan kemanusiaan dan pembantaian dimana ramai berdesing peluru aparat negara (TNI, POLRI) menyasar massa rakyatnya sendiri yang melakukan aksi protes akan laju kapitalisasi dan liberalisasi ruang hidup juga aset-aset produktif rakyat yang nyaris tergadaikan secara menyeluruh kepada investasi modal asing dan swata nasional yang melibatkan (korporasi pertambangan skala raksasa, industry perkebunan sawit, Hutan Tanaman Industri).

Kasus TIAKA, penembakan yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap warga Kulo Bawah, kecamatan Mamasalato Morowali, Sulawesi Tengah menjelang lima hari pasca peringatan hari kemerdekaan 22 Agustus 2011 dalam menuntut janji kepada Medco yang merupakan investor minyak Joint Operating Body (JOB) Pertamina Medco E&P Tomori. Awal Desember 2011, kita kembali digegerkan dengan pengaduan masyarakat beberapa desa di Mesuji Lampung kepada DPR RI mengenai peristiwa pembunuhan sekitar 30 orang masyarakat desa disekitar perkebunan sawit di Kabupaten Mesuji, Lampung dan sumatera selatan dimana peristiwa itu terjadi antara tahun 2009-2011.

Dan terakhir 24 Desember 2011, gerak juang warga Lambu, Kabupaten Bima, NTB, bersama elemen-elemen rakyat yang tergabung dalam Front Rakyat Anti Tambang (FRAT) yang kembali melakukan aksi penolakan terhadap aktivitas pertambangan emas PT Sumber Mineral Nusantara (SMN) bersama kongsinya dengan Arch Exploration (yang mana manajer direkturnya sekarang Jhon Carlile, dulunya merupakan manajer eksplorasi bagi tambang Newcrest Mining, perusahan induk NHM) kemudian dibantai dengan rentetan peluru oleh satuan aparat kepolisian Brigade Mobile.

Insiden pembantaian ini persis seperti yang terjadi di kampung Gosowong, Kabupaten Halmahera Utara, Maluku Utara 2006. Dimana warga beberapa desa lingkar tambang PT NHM yang melakukan aksi tuntutan akan hak ulayat atas hutan dan lahan perkebunan yang dicaplok secara sepihak oleh perusahaan di depan kantor perusahaan tersebut kemudian diintimidasi dan dibunuh. Dikisahkan oleh para saksi, warga yang terlibat aksi kemudian ditangkap dan disuruh berbaris jongkok oleh komandan kepolisian dan kemudian Rusdi Tunggapi disuruh berdiri dan maju kedepan lantas ditembak.

Di pulau Gebe, Halmahera Tengah, Februari 2010 massa rakyat yang terdiri dari warga 6 kampung bersama elemen mahasiswa yang melakukan aksi protes kemudian ditembak secara membabi buta tepat di halaman kantor PT. ANTAM Gebe oleh aparat Polres Halteng. Tidak lupa pula kriminalisasi terhadap buruh tambang PT Weda Bay Nickel yang melakukan aksi protes atas kebijakan sepihak manajemen perusahaan tersebut kemudian ditangkap dan berakhir di rutan kejaksaan tinggi Kota Tidore Kepulauan.

Berikut ancaman ekspansi industri kelapa sawit oleh PT. Gelora Mandiri Membangun yang tengah menggusur dan mencaplok kawasan perkebunan produktif masyarakat di Kabupaten Halmahera Selatan, Kecamatan Gane Barat Selatan, Gane Timur Selatan, dan pulau-pulau Joronga yang telah melakukan aksi penolakan dan pendudukan.

Sedang di sektor kota, khususnya Kota Ternate konflik sengketa tanah yang melibatkan pemodal dan birokrasi negara, dimana lahan-lahan produktifitas warga kemudian dikapling untuk kepentingan pemodal secara sepihak. Hal ini merupakan kesewenangan penggunaan otoritas pemerintah yang pro modal mengakibatkan perampasan tanah dibenarkan melalui proses yang diistilahkan S. Rahma Mary H CS sebagai “negaraisasi” tanah-tanah rakyat (sengketa tanah di Fitu menjadi contoh kasus). Sehingga menambah daftar konflik sengketa agraria antara rakyat dan korporatokrasi di Maluku Utara.

Dengan demikian tak pelak lagi bahwa rezim SBY merupakan boneka imperealis, tak ubahnya dengan ORBA yang begitu gigih melegitimasi praktek genocide (pembantaian massal). Inilah salah satu bentuk dari anarki kapitalisme yang mendikte pemerintah menjadi kelas penguasa despotis.

Oleh karena itu kami yang tergabung dalam Posko “Pulihkan Hak Rakyat Indonesia, menyatakan sikap:
  1. Stop penggusuran dan kembalikan lahan produktifitas rakyat (perkebunan dan pertanian);
  2. Hentikan segala bentuk represifitas aparat kepolisian dan TNI terhadap rakyat;
  3. Tuntaskan segera kasus sengketa agrarian di Maluku Utara;
  4. Tolak dan hentikan segera investasi pertambangan dan perkebunan sawit di Maluku Utara (PT. NHM, PT WBN, PT ANTAM, PT Gelora Mandiri Membangun);
  5. Hentikan penggusuran dan sediakan tempat berdagang yang layak dan strategis untuk PKL;
  6. Tuntaskan kasus sengketa lahan dan kembalikan tanah rakyat (Fitu, Gambesi dll);
  7. Penuhi hak-hak ekologis.
  8. Tolak privatisasi BUMN, pendidikan, kesehatan dan sector vital lainnya.

Dari pernyataan sikap di atas, maka kami mendesak kepada:
  1. Gubernur Maluku Utara, Walikota Ternate untuk segera menyelesaikan kasus sengketa agraria di Maluku Utara;
  2. Kapolda Maluku Utara untuk menindak tegas oknum-oknum kepolisian yang melakukan segala tindakan represif terhadap rakyat;
  3. Kapolda Maluku Utara untuk segera menarik personilnya dari wilayah-wilayah yang rentan dengan konflik sengketa Agraria;
  4. DPRD Provinsi untuk segera membentuk pansus guna menyelesaikan konflik sengketa SDA/agraria di Maluku Utara.

Ternate, 12 Januari 2012

Mengetahui,
POSKO “PULIHKAN HAK RAKYAT INDONESIA” - MALUKU UTARA 
  1. WALHI MALUT
  2. SeBUMI
  3. PEMBEBASAN
  4. PEREMPUAN MAHARDHIKA
  5. GEMPAR
  6. SAMURAI
  7. Serikat Mahasiswa Indonesia
  8. PMII Cab. TERNATE
  9. FKPMM
  10. SLAVERY COMMUNITY
  11. Sarekat Hijau Indonesia - MALUT
  12. HPMS TERNATE
  13. HIPMAGAD
  14. HIPMAGALUR
  15. HPMW
  16. FOLPENS
  17. PPRM
  18. IPMA SAGEA

“Orang Punya Orang Punya, Torang Punya Torang Punya”
“Hentikan Perampasan Tanah, Lawan Rezim Penindas Rakyat,
Pulihkan Indonesia, Utamakan Keselamatan Rakyat”


Sentral Komunikasi : Kantor WALHI Maluku Utara







Jumat, 06 Januari 2012

Pemerintah Diminta Pro Warga

Malut Post, Jumat 06 Januari 2012

Terkait Penolakan Kelapa Sawit

TERNATE-Pemerintah diminta berpihak kepada masyarakat yang menolak kehadiran perusahaan kelapa sawit, PT.GMM di Gane Barat Selatan, Halmahera Selatan (Halsel). Bila tidak, sengketa antara masyarakat dan pihak perusahaan yang memanas belakangan ini, bisa menimbulkan konflik di tengah masyarakat.

Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Maluku Utara, Ismet Soelaiman, mengatakan masyarakat setempat ngotot mempertahankan lahannya demi kelangsungan hidup mereka.

“sekitar enam desa yang menjadi sasaran lahan perkebunan kelapa sawit. Hal ini tentu mengganggu lahan masyarakat yang dominan terdapat tanaman cengkih, pala dan kelapa. Masyarakat mempertahankan lahan mereka karena warga hidup dengan tanaman mereka itu,” ujarnya kepada Malut Post via ponsel kemarin (5/1). Karena itu, dia meminta pemerintah jeli melihat masalah ini. “jika tidak, dikhawatirkan peristiwa Mesuji dan Bima terjadi di jazirah Maluku Utara,” katanya.

Persoalan ini juga mengundang perhatian mahasiswa Malut di luar daerah. Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Himpunan Pelajar Mahasiswa Maluku Utara HIPMU, Iskandar Idrus, mengatakan pemerintah terkesan melindungi pihak investor dengan alasan menguntungkan ekonomi daerah. Padahal dampak sosialnya sangat merugikan masyarakat.

Kita melihat kasus Mesuji sebagai potret sosial untuk menjadi bahan pertimbangan pemerintah, maka pemerintah harus berpihak kepada masyarakat, jangan hanya menguntungkan orang tertentu. Dalam kasus ini, warga sekitar kawasan kelapa sawit itu akan menjadi kuli ketika perusahaan itu berjalan dan upahnya hanya seberapa saja,” kata Iskandar. (tr-04/fai).