SAY NO TO MINING IN NORTH MOLUCAS

SAY NO TO MINING IN NORTH MOLUCAS
WALHI MALUT Aksi Teatrikal Hari Anti Tambang

Kamis, 30 Juni 2011

Negara pakai uang rakyat untuk membayar bencana yang diakibatkan aktivitas perusahaan milik kelompok Bakrie.

Walhi akan segera mengajukan judicial review UU No 10 Tahun 2010 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2011 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Undang-undang ini dinilai Walhi melegitimasi penggunaan uang negara untuk membela kepentingan korporasi.
 
“Akhir pekan ini kami akan mematangkan rencana judicial review UU APBN 2011,” tukas Pengkampanye Tambang dan Energi Walhi, Pius Ginting di Jakarta, Selasa (28/6).
 
Dia menguraikan, undang-undang ini menunjukkan bagaimana pemerintah telah bersikap tidak adil terhadap penduduk miskin. Pius menyebutkan, penduduk miskin mencapai 117 orang, karena penghasilan mereka per hari kurang dari Rp18.000.
 
Tapi, pemerintah bersikap tidak bijak dengan memanfaatkan uang rakyat yang dipungut dari pajak. Hal itu ditunjukkan ketentuan Pasal 18 dalam UU APBN 2011.
 
Pasal 18
(1) Untuk kelancaran upaya penanggulangan lumpur Sidoarjo, alokasi dana pada Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) Tahun  Anggaran 2011, dapat digunakan untuk melunasi kekurangan pembayaran pembelian tanah, bantuan kontrak rumah, tunjangan hidup dan biaya evakuasi di luar peta terdampak pada tiga desa (Desa  Besuki, Desa Kedung Cangkring, dan Desa Pejarakan), serta untuk bantuan kontrak rumah, tunjangan hidup, biaya evakuasi dan relokasi pada sembilan rukun tetangga di tiga desa (Desa Siring Barat, Desa Jatirejo, dan Desa Mindi).
 
(2) Kekurangan pembayaran pembelian tanah di luar peta area terdampak pada tiga desa (Desa Besuki, Desa Kedung Cangkring, dan Desa Pejarakan) disesuaikan dengan tahapan pelunasan yang dilakukan oleh PT Lapindo Brantas.
 
Ketentuan ini dinilai Walhi melegalkan tindakan pemerintah untuk mencuri uang publik. “Yang seharusnya digunakan negara untuk membantu mengurangi kemiskinan,” tutur Pius.
 
Dia lanjutkan, sejatinya negara memiliki tanggung jawab menanggung kehidupan fakir miskin. Ironisnya, dana publik tersebut digunakan untuk menggantikan apa yang seharusnya menjadi tanggung jawab Lapindo Brantas, perusahaan yang dimiliki oleh salah satu orang terkaya di Indonesia.
 
Ditambahkan Pius, ketentuan APBN ini tidak tepat. Pasalnya, negara hingga saat ini belum melakukan proses hukum terhadap Lapindo Brantas. Pemerintah, lewat Direktur Reserse Kriminal Polda Jawa Timur, malah mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dugaan tindak pidana terkait keluarnya lumpur yang ditengarai akibat aktivitas pengeboran pencarian sumber minyak oleh perusahaan yang terafiliasi dengan kelompok Bakrie ini, pada 5 Agustus 2009.
 
Berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), lumpur Lapindo disebabkan oleh operasi pengeboran migas.
 
Jadi, lanjut Pius, menggunakan APBN untuk menggantikan tanggung jawab Lapindo, tegasnya merugikan rakyat dan menguntungkan korporasi. “Padahal, Lapindo Brantas telah membuat rakyat sengsara dan lingkungan rusak,” tuturnya.
 
Oleh sebab itu, UU APBN ini tidak adil, apalagi tatkala Indonesia dilanda sejumlah bencana serupa banjir Wasior, tsunami Mentawai. “Para korban bencana, dengan undang-undang ini sama saja diabaikan negara.”  
 
Karenanya, Walhi bakal meminta MK membatalkan bagian dari APBN itu yang mengambil alih tanggung jawab Lapindo Brantas.
 
Dia sampaikan, Walhi begitu prihatin dengan terabaikannya hak-hak korban lumpur Lapindo Brantas. Karenanya, Walhi bersama organisasi masyarakat lain telah menggalang bantuan. “Tapi semua ini akan kurang efektif, sebelum ada keputusan final dari pengadilan pidana atas penyebab lumpur Lapindo Brantas.”
 
Pius sampaikan, pihaknya yakin, terhambatnya putusan bersalah Lapindo karena ada keterlibatan mafia hukum. Mulai dari penyidik, penuntut umum, hingga hakim, menurutnya member kontribusi untuk menguntungkan Lapindo Brantas dan merugikan rakyat miskin


sumber:  http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4e0bec28e00ff/walhi-judicial-review-uu-apbn-2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar