SAY NO TO MINING IN NORTH MOLUCAS

SAY NO TO MINING IN NORTH MOLUCAS
WALHI MALUT Aksi Teatrikal Hari Anti Tambang

Rabu, 15 Juni 2011

PT. NHM – PIPA BOCOR dan KARUNG BOCOR


Opini Malut Post, 24 februari 2011

PT. NHM – PIPA BOCOR dan KARUNG BOCOR
Oleh: Ismet Soelaiman
Direktur Eksekutif WALHI MALUKU UTARA

“Jangan agungkan Eropa sebagai keseluruhan.
Di mana pun ada yang mulia dan jahat…
Kau sudah lupa kiranya, nak,
yang kolonial selalu iblis.
Tak ada yang kolonial pernah mengindahkan
kepentingan bangsamu.”

Tegas, kalimat diatas mengingatkan kita, untuk senantiasa awas terhadap kekejaman kolonial. Diungkapkan oleh Bung Pram (Pramudya Ananta Toer), sang maestro sastra, yang hampir separuh hidupnya dihabiskan dalam penjara. 3 tahun dalam penjara Kolonial, 1 tahun di Orde Lama, dan 14 tahun yang melelahkan di Orde Baru.  Ia, almarhum Bung Pram itu, adalah satu-satunya wakil Indonesia, yang namanya berkali-kali masuk dalam Kandidat Pemenang Nobel Sastra. Dari pengasingannya di Pulau Buru, lahir karya sastranya yang fenomenal – TETRALOGI. Ungkapan tegas tersebut sebagai pembuka tulisan ini, terdapat dalam salah satu sampul belakang dari tetraloginya “Anak Semua Bangsa”, terbitan Lentera, 2008.
Kita tinggalkan sejenak sang maestro, karena di Halmahera Utara (Halut), salah satu kabupaten di daratan besar Maluku Utara, pipa tailing PT. Nusa Halmahera Minerals (NHM), telah bocor untuk yang kedua kalinya, yakni pada tanggal 3 februari 2011. Informasi kebocoran tersebut, baru kami ketahui pada tanggal 12 februari 2011, lewat laporan warga. Menurut Pendeta Yantje G. Namotemo (Tokoh Agama Desa Balisosang), pipa tailing PT. NHM terlepas pada tanggal 3 februari 2011, pada jam 11 malam. Diperkirakan limbah beracun yang terlepas ke Sungai Sambiki ± 361 ton, yang mengalir ke Sungai Bora dan Kobok, yang melalui areal perkebunan warga. Pada tanggal 07 februari 2011, warga menemukan banyak ikan dan kepiting yang telah mengambang di permukaan Sungai Sambiki karena mati.
Riskannya, insiden yang mengancam tatanan ekologi di daratan Halmahera itu, bahkan sector produktivitas ekonomi masyarakat tempatan, hingga 2 minggu berjalan tak pernah disampaikan secara resmi kepada publik Maluku Utara. Staf Humas PT. NHM justru menjawab “…belum mau berkomentar dengan alasan sedang cuti” (Malut Post, senin 14 februari 2011). Jawaban yang “enteng” untuk sebuah insiden yang mengancam ratusan nyawa makhluk hidup di daratan Halmahera. Hal ini menunjukkan ketidak profesionalan PT. NHM yang adalah sebuah perusahaan tambang emas raksasa dalam menangani persoalan lingkungan hidup.
Lain sikap PT. NHM, lain pula sikap pemerintah daerah kita. Badan Lingkungan Hidup (BLH) Maluku Utara, justeru baru akan melakukan koordinasi dengan BLH Halut pada hari senin, 21 februari 2011 (Malut Post, 16 februari 2011). Setelah 17 hari (2 minggu + 3 hari) bencana ekologi terjadi, BLH – sebuah instansi, yang mestinya terdepan menjaga kondisi lingkungan hidup di Maluku Utara, baru akan berkoordinasi untuk membentuk tim investigasi di lapangan. Tragis benar dan benar tragis sekali, nuansa perlindungan lingkungan hidup di Maluku Utara. Seandainya Voltire sang pengarang yang hidup di zaman bahoela itu masih hidup dan melihat fenomena kerja coorporat dan birokrat di Maluku Utara ini, mungkin ia akan tersenyum malu, karena “drama” nyata mereka lebih memunculkan banyak tanya, namun endingnya mudah ditebak.
Jika mengatakan instansi pemerintah tak mengetahui insiden pipa bocor PT. NHM pada tanggal 03 februari 2011, sepertinya penting juga kita simak statement Manager Hubungan Pemerintah PT. NHM. Menurutnya; “…waktu pertama bocor, kita langsung laporkan ke inspektorat pertambangan di NHM dan Dinas Pertambangan bahkan sampai ke pusat” (Malut Post, 18 februari 2011). Nah, adakah insiden pipa bocor tersebut tak berhubungan dengan persoalan lingkungan hidup, sehingga Badan Lingkungan Hidup Halmahera Utara dan Maluku Utara tak penting tuk diberitahu ? Lebih fatal lagi, jika ternyata sudah tahu, lalu berlagak tak tahu, sehingga terjadi pembiaran kasus. Adakah ini sebuah drama, ataukah kenyataan, atau jangan-jangan kenyataan yang didramatisir ? Tentu hanya “mereka” yang tahu.
Saya teringat satu istilah yang sering diungkapkan oleh orang Manado untuk mengatakan orang yang suka berbohong dengan sebutan “karung bocor”. Entah karena apa, insiden pipa bocor PT. NHM, mengantarkan saya pada asumsi, public Maluku Utara dapa (tanpa “t”) karung bocor atas insiden tersebut. Pemerintah Maluku Utara mestinya tegas bersikap menghentikan pengoperasian PT.NHM sebagai sangsi dan mendesak PT. NHM untuk melakukan restorasi ekologi dan juga ekonomi atas lingkungan setempat. Emas kita dikeruk, dibawa ke negeri asing, lalu limbah ditinggalkan di negeri asal Maluku Utara.
Maaf Bung Pram, sepertinya saya sulit untuk lupa, jika yang Kolonial itu selalu iblis, meski saya mengakui, bahwa saya bukan malaikat, dan masih manusia. Yah, Bung Pram, sepertinya saya juga mulai percaya, Tak ada yang Kolonial pernah mengindahkan kepentingan bangsaku. Bagaimana dengan mu, hai saudara ku sebangsa dan se tanah – air, adakah kau ? Tabea, Syukur Dofu-Dofu.        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar