SAY NO TO MINING IN NORTH MOLUCAS

SAY NO TO MINING IN NORTH MOLUCAS
WALHI MALUT Aksi Teatrikal Hari Anti Tambang

Jumat, 03 Januari 2014

Komnas HAM Investigasi Kasus Sawit Gane

LABUHA - Menjawab dokumen pengaduan kasus dugaan pelanggaran HAM yang diajukan warga Desa Gane pada 29 Agustus 2013 kemarin, di Room Bella International Hotel, Ternate, penyidik Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, KOMNAS HAM, kini turun lapangan melakukan pertemuan dengan para korban tindak kriminalisasi. Setibanya di Bandara Babullah, Kota ternate, Selasa (12/11), dua penyidik Komnas Ham, Dwi Hartono dan Teguh, didampingi salah satu staf Walhi Malut, Faisal Ratuela, dan seorang warga Desa Gane Luar, Ajam, langsung menuju Labuha. Pertemuan tersebut sekaligus mengawali penyelidikan kasus terkait dugaan pelanggaran Ham yang dilakukan PT. Gelora Mandiri Membangun (PT.GMM), yang digelar di Hotel Buana Lipu, Kota Labuha, Kabupaten Halmahera Selatan.

Pertemuan dengan penyidik Komnas Ham tersebut dihadiri oleh 5 warga Desa Gane Dalam, satu warga Desa Kuo, seorang warga Desa Ranga Ranga, dan 3 orang dari Desa Gane Luar.

Di dalam forum, warga dari tiap desa itu kemudian mengulas latar masalah dan kasus yang membelit masyarakatnya saat ini. Dalam proses dialog mereka menyebutkan bahwa PT. GMM yang tengah memasuki fase pembibitan budidaya kelapa sawit saat ini, pada tahapan awal aktivitasnya tidak melakukan sosialisasi ke masyarakat. Hingga saat ini pun operator alat perusahaan terus bekerja menggusur lahan perkebunan warga di Desa Gane Dalam dan Gane Luar, Kecamatan Gane Barat selatan. Dirinci pula hal itu dialami oleh Harsoyo, Irfan Mansur, dan Sanusi, yang ketiganya juga menjadi korban tindak kriminalisasi oleh aparat kepolisian. Padahal manajamen perusahaan dalam hal ini humas PT. GMM pernah menjanjikan bahwa lahan produksi warga tidak akan digusur.

“Saya sangat kecewa terhadap proses penangkapan. Karena saya tidak diperiksa tapi langsung ditetapkan menjadi tersangaka.” Kesal Lutfi Bote, salah satu warga yang turut ditersangkakan.

“Sebelum Perusahaan beroperasi, di dalam desa tidak ada konflik. Tetapi semenjak perusahaan sawit itu beroperasi hubungan warga menjadi renggang dan langsung muncul konflik.” Tutur Bapak Murad, salah satu warga Desa Gane Luar. “Kami menginginkan agar perusahaan angkat kaki dari pesisir Gane karena kami tidak butuh perusahaan, yang kami butuh perkebunan kelapa, cengkeh, dan pala. Karena hasil perkebunan ini yang menghidupi kami sampai generasi selanjutnya.” Ucapnya lanjut.

Selain itu pihak kepolisian pun disebut-sebut menjual jasa keamanan mengawal aktivitas perusahaan dalam memperluas pembukaan areal perkebunan sawit.

Dari hasil dokumentasi lapangan oleh warga, tergambar ada aktivitas penebangan kayu di bantaran kali hingga roboh menindih badan sungai. Lantas dijelaskan warga bahwa dari hal itu sungai menjadi keruh dan masyarakat setempat harus membawa air mineral dari rumah ketika hendak ke kebun.

Sebelumnya warga desa yang menolak kehadiran perusahaan tersebut telah mengadu kepada DPRD, Pemerintah Kabupaten dan Propinsi. Namun sejauh ini, selama tiga tahun, hanya bunyi tanggapan yang tidak memuaskan. Akumulasi frustasi dari kasus ini tercermin kemudian dalam pernyataan sikap warga bahwa jika jalur legal formal yang ditempuh tidak menghasilkan penyelesaian yang baik dan adil maka “nyawa sekalipun akan menjadi taruhan.”

Setelah duduk dan mendengarkan keterangan, penyidik Komnas Ham, Mimin Dwi Hartono, kemudian memberikan keputusan bahwa: dari laporan pengaduan dan bukti-bukti yang ditemukan terdapat kejanggalan dalam berkas perizinan perusahaan. Dari situ dijanjikan kemudian hasil temuan ini akan disampaikan kepada Koordinator Komisioner Penyidik, Nurkhoirun, yang akan datang di Ternate pada Kamis (14/11). Adapun tujuannya adalah guna membawa dan membicarakan hasil penyelidikan tersebut kepada Polda Maluku Utara, Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Selatan, dan berikut akan ditindaklanjuti ke Kementerian Kehutanan juga Kementerian Pertanian. “Selanjutnya hasil penyelidikan kami akan dikirimkan ke warga yang membuat pelaporan.” Jelas Mimin.

Sementara itu Manager Kampanye Hutan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, WALHI, Maluku utara, Faisal Ratuela, ketika dikonfirmasi terkait kasus ini mengatakan bahwa: dari hasil investigasi lapangan perusahaan tersebut telah melanggar Undang-Undang Kehutanan tentang larangan penebangan kayu disekitar sungai serta melanggar hak masyarakat tentang perlindungan ruang penghidupan rakyat yang tertuang dalam UU HAM. Ditegaskan pula kepada dinas terkait dalam hal ini BLH untuk segera menindak perusahaan sawit itu Karena secara langsung telah menentang UU No. 32 tahun 2009 tentang pengelolaan lingkungan hidup dan UU Kehutanan No. 41.

“Investasi perkebunan sawit di Kecamatan Gane Barat Selatan dan Gane Timur Selatan, ketika tetap dilaksanakan akan mengakibatkan kehancuran tatanan sistem perlindungan ekologi.” terangnya.

“Baik itu daerah serapan air, sumber mata air, dan kawasan mangrove akan hilang. Akibatnya ruang sumber pemenuhan hak dasar untuk menopang kebutuhan ekonomi masyarakat akan musnah, baik daratan maupun pesisir laut.” tuturnya lanjut sekaligus memberikan solusi bahwa fungsi Pemerintah Daerah adalah memproteksi ruang produktifitas rakyatnya dan diprioritaskan sebagai sektor andalan pendapatan ekonomi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar