SAY NO TO MINING IN NORTH MOLUCAS

SAY NO TO MINING IN NORTH MOLUCAS
WALHI MALUT Aksi Teatrikal Hari Anti Tambang

Jumat, 03 Januari 2014

Nelayan di Pulau-Pulau Kecil Morotai “Tersudut” di Tepi Pantai



DARUBA - Meski krisis lahan darat dimana sisa areal dari pemukiman penduduknya tak bisa disebut hutan, karena seluruh kawasannya merupakan ekosistem pantai, namun tidak demikian dengan ruang kelola lautnya.

Bagaikan beranda kampung, sudah lazim warga Desa Kolorai menjadikan tepian pantai ini untuk bersantai dan beraktifitas. Pesisir timur “Pulau Kecil” Kolorai merupakan sentral kesibukan nelayan berinteraksi dengan alat alat produksi.

Letaknya sekira tujuh meter dari bibir pantai dan dibatasi sweering yang tingginya dari sekira 2 meter hingga merata dengan permukaan pasir. Di satu bagian tanggul ini terukir tanda jasa: “PNPM PARIWISATA….”

Areal ini menjadi tempat pendaratan sekaligus menambat perahu sehabis melaut. Ada puluhan perahu “Body” fiberglass dan katinting yang parkir di atas pasir putih. Sementara “perahu penampung” dan fonae menepi di bibir pantai.

Terdapat pula halaman khusus untuk pembuatan perahu yang dikerjakan oleh tiga tukang bersaudara kandung. Dimana pengetahuan tekniknya merupakan warisan dari sang ayah. Masing-masing dari mereka mengerjakan tiap-tiap pesanan.

Kecuali fiberglass yang merupakan bantuan Pemerintah daerah (jarang dimanfaatkan dan sebagian telah sekarat), rata-rata perahu ukuran besar, sedang, dan kecil hasil buah tangan ketiganya. Bahan didatangkan dari Daruba yang mesti disediakan langsung oleh pemesan.

Di sini sudah mentradisi suatu kaidah moral yang telah mengakar dalam laku warga. Meski tidak dioperasikan, mesin dan minyak di atas perahu, khususnya fonae tidak diamankan oleh pemiliknya. Semua alat nantinya dikeluarkan ketika perahu hendak dibersihkan.

Menurut Kepala Desa, Sardjan Ismail, masyarakat nelayan disini sudah “hatam” soal kepercayaan sosial yang telah terjalin secara turun temurun.

Adapun laut teduh di depan sana seakan menjadi pekarangannya. Dimana variasi warna laut pantainya hijau-kebiruan. Mungkin itu efek yang dihasilkan dari topografi dasar laut yang landai dan curam. Disitu terapung dua bagan serta delapan keramba jaring apung budidaya ikan kerapu dan kakap.

Untuk jenis ikan tersebut biasa diolah menjadi “ikan garam spesial”. Ada tiga jenis rasa. Salah satunya “ikan garam rasa bawang”. Produknya tidak dilempar di pasar.

“Jika ingin membeli harus datang di Kolorai dan dipesan tiga hari sebelumnya.” Ujar Kepala Desa yang akrab disapa “Om Pala”. “Hal tersebut merupakan bagian dari strategi pemasaran untuk menciptakan pasar di dalam kampung.” Tambahnya.

Berdasarkan laporan Bulanan Desa Kolorai, Maret, 2012, sebanyak 202 orang bekerja sebagai nelayan dari 506 jiwa. Semuanya terbagi dalam rutinitas kerja harian yang dinamis.

Untuk bafonae (mancing di laut lepas) dan basoma (menjaring), awaknya sekira 7-10 orang yang berpengalaman.

Rata-rata mereka dibekali pengetahuan dan teknik: penangkapan ikan untuk umpan; pemilihan umpan yang tepat; mengetahui waktu yang tepat; menaksir posisi ikan yang menjadi sasaran tangkap di laut lepas, membaca musim agar tidak melaut serta waktu melimpahnya ikan; menentukan jenis yang tidak boleh ditangkap.

Dari keterangan salah satu warga dan Kades Kolorai, dalam mengejar target di laut lepas, mereka pernah menjangkau perairan Morotai bagian Selatan Barat dimana terdapat aktifitas pertemuan arus.

“Tai arus!” Demikian istilah para nelayan di pulau kecil ini. “Banyak batang-batang pohon yang ditumbuhi rumput-rumput, terkumpul menjadi satu seperti membentuk daratan. Banyak ikan dibawahnya. Jangan disangka rap terus turun. “Gorango bintang” (hiu) juga banyak. Tapi di situ arusnya kuat.” Jelas kedua mantan awak tersebut yang telah lama pensiun.

Selain bagan yang merupakan metode penangkapan dari suku Sangir dengan target ikan teri, ada pula model mancing “ikan dasar” dengan perahu yang didorong mesin katinting dan “penggayung.”

Biasanya dikerjakan nelayan yang memiliki sarana tersebut. Untuk yang terakhir ini, hasil tangkapannya disebut “ikan makan”. Karena biasa sekedar mengisi kebutuhan konsumsi rumah tangga. Namun jika melebihi standar kebutuhan, sebagian di jual ke juragan perahu penampung.

Lalu pengusaha penadah hasil tangkapan tersebut akan menimbang-nimbang harga ikan yang disodorkan dengan mengacu pada jumlah dan jenis serta permintaan pembeli dan pasar di Daruba.

Setiap saat ada saja ikan yang ditenteng kecuali ketika cuaca tidak mendukung dan laut berombak. Karena pada saat itu sebagian besar nelayan enggan melaut.

Para bocah terbiasa memancing di ujung jembatan sandar yang menjorok ke laut. Hasil tangkapan yang kecil akan dijadikan umpan untuk ikan besar. Terkadang ikan hasil mancing saat ditenteng mereka sampai ke rumah masih megap-megap.

“jika masih hidup, besok mancing akan dapat ikan yang sama.” Kata Ibu Kades memaknai hal tersebut yang memang sudah membentuk kepercayaan nelayan pada umumnya.

Berbeda dengan kehidupan nelayan di desa tetangganya di seberang pulau, Galo Galo Besar. Letaknya lebih jauh di Selatan Morotai dari Ibu Kota. Sebagian besar warga Kolorai juga berasal dari kampung ini.

Perbedaan mendasarnya terletak pada jumlah perahu dan intensitas “mengail” di laut lepas. Hanya sekira lima fiberglass yang itupun sebagian telah dimodifikasi menjadi perahu angkut penumpang.

Nelayan di pulau ini cenderung menggunakan katinting dan perahu “body” ukuran sedang ketika melaut. Namun untuk mencari “ikan makan” cukup dengan basoma dan juga bajubi (memanah ikan dengan menyelam) didekat bibir pantai. Salah satu kiatnya, hasil tangkapan akan dilempar ke pantai dan awak yang lainnya memungut.

Adapun Galo Galo Kecil—pulau disebelah yang tak dimukim. Jika air laut surut akan terbentuk jalan yang dapat dilintasi dengan berjalan kaki dari Galo Galo Besar. Saat itu sebagian warga akan memungut kerang yang terkuak.

Terdapat pula di sini usaha keramba ikan yang dikhususkan untuk pengunjung. Jika anda seorang wisatawan yang ingin memakan ikan bakar, penjaganya akan mempersilahkan anda memilih porsi yang diinginkan.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar