SAY NO TO MINING IN NORTH MOLUCAS

SAY NO TO MINING IN NORTH MOLUCAS
WALHI MALUT Aksi Teatrikal Hari Anti Tambang

Selasa, 20 Agustus 2013

Tidore, di Bawah Laut Merah Putih Berkibar

Kampanye Penyadaran Pentingnya Laut dan Pesisir bagi Kehidupan Manusia


TIDORE-Upacara bendera memperingati HUT kemerdekaan RI ke-68 dengan cara tak biasa, sabtu (17/8), dilakukan sejumlah elemen di Kota Tidore. Upacara yang dilakukan di kedalaman 17 meter dibawah laut selama 45 menit.

Upacara bawah laut ini dilakukan oleh Kotamabopo Batobo Club, bekerjasama dengan WALHI Maluku Utara, Sahabat Alam, Janglaha Printing dan Tidore Chanel. "Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengajak masyarakat Tidore, khususnya generasi muda untuk mencintai laut dan turut serta berperan aktif menjaga laut, karena laut bukan tempat sampah. Laut dan pesisirnya adalah bagian penting dari sebuah proses ekologi," tutur Abdulkadir Ali, dewan pendiri KBC.

Kegiatan yang mengambil tema; Indonesia baru lebih peduli lingkungan pesisir dan laut itu juga merupakan kampanye dampak reklamasi yang dilakukan Pemkot Tidore Kepulauan. "Proyek reklamasi di kawasan tugulufa telah merusak terumbu karang dan padang lamun. Selain itu juga berdampak pada bentang alam kawasan pesisir kota Tidore," kata Abdulkadir Ali, dewan pendiri KBC.

Dia mengatakan, kebiasaan masyarakat membuang sampah di laut juga merupakan bagian dari kampanye penyadaran pentingnya laut dan pesisir bagi kehidupan manusia.

Ada 15 penyelam yang ikut dalam upacara itu, yakni Anas Rajak (Nace), Abuhasim Muhammad (Dzeko), Rio Timara Alting, Andre Tajudin (Kojek), Fais Ibnu Salam, Abdulkadir Ali, Noval, Abdulkadir Arsad (Deka), Hamit Said (Mito), Rifai Pelu, Saldi Kari (Oyan), Anti Rajulan, Roesli (Oces) dan Jaenudin.

Koordinator Kotamabopo Batobo Club (KBC), Anas Rajak menjelaskan, kegiatan penyelaman dilakukan dua kali, pertama pada jam 10.00 pagi untuk upacara pengibaran merah putih, dan pada jam 16.00 wit untuk penurunan bendera. Proses pengibaran merah putih dilakukan di kedalaman 17 meter selama 45 menit.

Selain pengibaran bendera, penyelam juga mengambil sampah yang terdapat di seputaran lokasi pengibaran bendera.

Direktur WALHI Maluku Utara, Ismet Soelaiman yang ikut hadir mengatakan, "WALHI Maluku Utara mendukung kegiatan yang dilakukan oleh Kotamabopo Batobo Club, karena memang realitanya laut di Maluku Utara masih menjadi tempat sampah, terutama sampah dari limbah industri pertambangan," tutur dia.

Menurut dia kegiatan itu merupakan wujud kampanye penyadaran lingkungan pesisir laut di Maluku Utara. Seperti kasus pencemaran akibat tumpahan solar dari kapal tanker Patriot Andalan yang tenggelam saat membongkar BBM milik pertamina di perairan Ternate, yang hingga kini belum terselesaikan. "Selain itu, Maluku Utara juga marak dilakukan reklamasi pantai, jadi mengibarkan bendera di bawah laut merupakan langkah penyadaran bahwa kemerdekaan itu tidak hanya di darat, tapi juga di laut," ungkap Ismet. (bgq)

(Sumber : Radar Halmahera, 19 Agustus 2013)





Senin, 05 Agustus 2013

Perusaan Tambang Halsel Dapat Rapor Merah


  • Buruk Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup
Malut Post – Senin, 05 Agustus 2013

LABUHA- Pengelolaan lingkungan oleh perusahaan tambang di kabupaten Halmahera Selatan (Halsel) cukup parah. Tahun lalu beberapa perusahaan yang beroperasi mendapat rapor merah. Karena itu diharapkan tahun ini lebih baik dari sebelumnya. Kategori prestasi itu diperoleh sesuai penilaian Kementrian Lingkungan Hidup. 

Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kabupaten (BPLHK) Halsel, Rusdi Hud Somadayo mengatakan, tahun lalu, pengelolaan lingkungan oleh perusahaan di Halsel khususnya pertambangan masuk kategori merah. Olehnya itu pihaknya menargetkan tahun ini naik predikat. Minimal kategori hijau (kategori baik). “kalau tetap kategori merah dua kali berturut-turut maka perusahaan yang beroperasi terancam ditutup. Ini tidak kita inginkan. Target kita harus naik kategori,” tandasnya.

Terkait penilaian tahun ini, tim penilai dari Kementrian Lingkungan Hidup belum lama ini telah turun melakukan penilaian di dua perusahaan tambang di Obi. Yakni PT.Trimega Bangun Persada dan PT.Gane Permai Sentosa. “Hasil penilaiannya sudah dibawa ke pusat untuk ditindaklanjuti. Hasilnya seperti apa belum diketahui,” katanya. Kerja maksimal BPLHK dengan perusahaan melakukan penataan dalam rangka penilaian itu sejak beberapa waktu lalu, diharapkan menghasilkan penilaian yang lebih baik. “Ada beberapa kategori dari hitam, merah, hijau dan emas. Kita berharap di Halsel dapat meraih kategori minimal hijau sehingga naik dari tahun lalu. Saya optimis kerja tim menghadapi penilaian itudapat membuahkan hasil maksimal,” harapnya. (wan/ici)

Kamis, 01 Agustus 2013

SIARAN PERS “Konflik Warga Desa Gane Dalam, Desa Gane Luar, Desa Sekli dengan perusahaan sawit PT. Gelora Mandiri Membangun di Halmahera Selatan”

Setiap warga Negara berhak berserikat, berkumpul dan menyuarakan pendapat di muka umum tentang hak-haknya selama tidak bertentangan dengan aturan perundang-undangan yang berlaku di Negara Republik Indonesia. (UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM). Tanah, air, udara dan semua yang ada di permukaan serta yang terkandung di dalam perut bumi sepenuhnya dikuasai oleh Negara dan dikelola untuk kemakmuran Rakyat Indonesia (UUD 1945, Pasal 33). Produk aturan perundang-undangan yang berlaku di Negara kita belum sedikitpun berpihak kepada masyarakat. Pemberian ruang Investasi oleh pihak pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan kepada perusahan perkebunan sawit PT. Gelora Mandiri Membangun telah mencederai amanat UUD 1945 yang mengakibatkan hilangnya tatanan sosial kemasyarakatan dan mengakibatkan konflik antara penduduk, serta mengakibatkan perubahan ekologis yang berpengaruh pada kehilangan ruang kelola masyarakat Lokal.

Terbukti kasus yang terjadi di daerah Desa Gane Dalam, Kec. Gane Barat Selatan, Kab. Halmahera Selatan antara pihak perusahan perkebunan sawit PT. Gelora Mandiri Membangun (PT. GMM) yang melakukan penyerobotan terhadap lahan milik salah seorang warga Desa Gane Dalam pada bulan Mei 2013, dan menuai reaksi warga Desa Gane Dalam dan Desa Sekli untuk melakukan pemalangan di areal perkebunan milik warga tersebut. Tujuan pemalangan sesungguhnya menuntut agar pihak perusahan menyelesaikan permasalahan penyerobotan lahan warga tersebut. Namun pemalangan ini tidak di tanggapi oleh pihak perusahan PT. Gelora Mandiri Membangun, tetapi dijadikan dasar oleh pihak perusahan PT. GMM melaporkan 17 orang warga ke pihak kepolisian dengan tuduhan perbuatan tidak menyenangkan dan merugikan pihak perusahaan.

Tindakan yang dilakukan oleh perusahan perkebunan Kelapa Sawit PT. Gelora Mandiri Membangun pada bulan Mei 2013 dengan melaporkan warga Desa Gane Dalam dan Desa Sekli terkait pemalangan areal perkebunan milik warga disaat PT. GMM tidak memiliki syarat dan ketentuan perijinan yang wajib dipenuhi oleh pihak perusahan diantaranya sampai saat ini perusahan PT. GMM belum memiliki HGU dan IPK telah berakhir tanggal 13 April 2013. Sehingga secara langsung perusahan tidak memiliki hak yang sah untuk melaporkan warga kepada pihak kepolisian karena lahan tersebut merupakan lahan milik Negara Republik Indonesia.

Selain itu juga berdasarkan fakta temuan investigasi lapangan oleh WALHI Maluku Utara, menemukan telah terjadi perubahan kondisi ekologis terkait hilangnya daerah resapan air akibat dari penebangan kayu yang dilakukan PT. GMM. Kondisi lain yang terjadi akibat penebangan di daerah pinggiran sungai yaitu menyebabkan terjadi kekeruhan dan kini tidak bisa lagi digunakan oleh warga yang berkebun di daerah pesisir. Dan perusahan masih melakukan aktifitas penebangan kayu disaat izin IPK telah selesai di bulan April 2013.

Berdasarkan temuan lapangan dan kejadian diatas, kami atas nama WALHI Maluku Utara mewakili masyarakat Desa Gane Dalam, Desa Sekli, dan Desa Gane Luar menyampaikan sikap tegas :

1. Mendesak PT. Gelora Mandiri Membangun untuk segera menghentikan aktifitas karena melanggar aturan UU 32 thn 2009 tentang lingkungan hidup dan UU No 41 thn 1999 tentang kehutanan.

2. Mendesak kepada pihak pemerintah kabupaten Halmahera Selatan menghentikan aktifitas PT. Gelora Mandiri Membangun karena tidak memiliki izin HGU dan IPK.

3. Mendesak kepada pihak DPRD Kabupaten Halmahera Selatan untuk serius menyelesaikan konflik antara warga Desa Gane Dalam, Desa Gane Luar, dan Desa Sekli dengan perusahaan PT. Gelora Mandiri Membangun.

4. Mendesak kepada pihak Kejaksaan dan pihak Pengadilan Negeri Labuha memberikan putusan yang memiliki unsur keadilan tanpa diskriminasi hak-hak sebagai warga Negara yang telah diatur dalam UUD 1945 dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM.

5. Mendesak kepada Dinas Kehutanan Propinsi Maluku Utara untuk tidak mengeluarkan perpanjangan Izin Pemanfaatan kayu (IPK) kepada PT. Gelora Mandiri Membangun.

6. Mendesak kepada Dinas Kehutanan Kabupaten Halmahera Selatan untuk melakukan investigasi lapangan terkait penebangan kayu tanpa izin yang sampai saat ini masih dilakukan oleh pihak PT. Gelora Mandiri Membangun.

7. Mendesak BPLHK untuk melakukan investigasi terkait temuan fakta dilapangan tentang terjadinya penebangan kayu yang berada di bawah dari 25 meter anak sungai sehingga mengakibatkan air sungai tidak bisa digunakan oleh warga yang memiliki lahan di daerah pesisir.

8. Mendesak kepada Pihak BPN Propinsi Maluku Utara dan Kabupaten Halmahera selatan untuk tidak mengeluarkan izin HGU PT. Gelora Mandiri Membangun karena telah melakukan pengrusakan terhadap lahan milik warga.

9. Mendesak kepada pihak Komnas HAM untuk menindaklanjuti dugaan pelanggaran HAM pada kasus penyerobotan lahan warga Kecamatan Gane Barat selatan dan Gane Timur Selatan, Kabupaten Halmahera selatan.

10. Mendukung penuh perjuangan warga Gane Barat Selatan dan Gane Timur Selatan untuk mendapatkan Hak Kelola Ruang Hidup yang dirampas oleh PT. Gelora Mandiri Membangun.

11. Jika kasus ini tidak diselesaikan, maka kami akan mengambil langkah hukum.


Ternate, 1 Agustus 2013
WALHI Maluku Utara


Faizal Ratuela
Manager Advokasi Hutan dan Perkebunan Besar